IDXChannel - Pemerintah menyiapkan 21 perjanjian dagang dengan berbagai negara di tengah ketatnya kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.
Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menjelaskan, perjanjian dagang baru ini diharapkan bisa mendiversifikasi pasar AS untuk menjaga kinerja ekspor Indonesia. Targetnya, beberapa perjanjian dagang tersebut bisa segera direalisasikan pada tahun ini.
"Kita memiliki 21 perjanjian dagang dengan negara-negara, dan 16 perjanjian yang sedang dalam tahap negosiasi. Kita sebetulnya sudah cukup lama, bagaimana perluas pasar internasional, juga meratifikasi perdagangan kita," ujarnya saat ditemui di Menara Kadin, Jumat (25/4/2025).
Roro menjelaskan, Indonesia merupakan negara non blok sehingga perlu pertimbangan lebih dalam ketika merespons kebijakan suatu negara agar tidak terlihat berpihak. Termasuk, menjaga stabilitas dengan negara mitra seperti Amerika Serikat ataupun China.
"Mengingat kita adalah negara non blok, tentu kita harus menjaga relasi, baik dengan Amerika Serikat dan China. Ini tentu penuh tantangan. Kita punya China, yang merupakan salah satu mitra dagang terbesar," kata dia.
Roro merinci beberapa perjanjian dagang baru yang saat ini dijajaki Pemerintah. Misalnya, kerja sama dagang antara Indonesia-Kanada di mana beberapa produk unggulan bisa dikirim ke pasar tersebut seperti produk halal, makanan laut, hingga produk pertanian.
Selain itu perjanjian perdagangan antara Indonesia-Peru. Kerja sama perdagangan ini dinilai mampu menjadi pintu ekspor ke wilayah Latin Amerika. Produk yang dibutuhkan meliputi kelapa sawit, karet, farmasi, makanan olahan, tekstil, hingga fashion.
"Indonesia-Peru CEPA, telah diumumkan kepada negara Peru dan Pak Prabowo, bahwa secara substansi sudah selesai, dan untuk finalisasi mudah-mudahan tahun ini kita tandatangani," kata Roro.
Selanjutnya, perjanjian kerja sama Indonesia dengan Eropa. Beberapa waktu lalu, Kemendag telah menerima delegasi dari parlemen Uni Eropa untuk membahas potensi kerja sama ini. Produk potensial yang bisa di ekspor ke negara-negara tersebut meliputi furnitur, tekstil, energi terbarukan, dan teknologi.
"Kami beberapa waktu lalu sudah menerima delegasi parlemen Uni Eropa untuk berdialog. Secara political while saya kira ada, baik dari parlemen maupun government. Market ini punya PDB USD18,6 triliun," kata dia.
Tidak kalah penting, bergabungnya Indonesia dalam keanggotaan BRICS juga dinilai mampu mengantisipasi adanya kebijakan tarif Trump. Sebab, organisasi ini mewakili 45 persen populasi dunia, 41,4 persen GDP global, dan 28 persen dari perdagangan dunia.
"Sehingga menjadi sangat penting untuk kita capture. Relationship dengan China harus kita jaga, tapi negosiasi dengan Amerika juga sangat penting. Kita menjaga hubungan dengan negara lainnya, karena apa yang kita lakukan dengan salah satunya berpotensi ada dampaknya terhadap bagaimana salah satu dari mereka memandang kita," kata Roro.
(NIA DEVIYANA)