Menurutnya, jika aturan tersebut tidak direvisi maka pasar Indonesia akan dibanjiri dengan produk-produk murahan.
"Nah kami ingin melindungi umkm, melindungi e-commerce lokal, juga melindungi para konsumen. Jangan sampai lah barang murahan masuk dalam negeri, kan dalam negeri juga sudah bisa bikin," katanya.
Dalam rilis yang dikeluarkan pada Kamis (6/7/2023), Teten mengatakan, jika tak segera direvisi, bukan tidak mungkin akan ada semakin banyak UMKM yang bisnisnya tutup.
Studi yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) tahun 2021 lalu menunjukkan, hanya 25% hijab yang diproduksi oleh pengusaha lokal. Sementara mayoritas 75% dikuasai produk impor. Padahal, masyarakat Indonesia menghabiskan USD6,9 miliar untuk membeli 1,02 miliar hijab setiap tahun.
Masih mengutip studi ini, porsi produk lokal yang berada di salah satu pasar terbesar di Indonesia, Tanah Abang, juga terus menurun sejak awal tahun 2000 dari 80% menjadi 50% tahun 2021.
(YNA)