Menurutnya, daripada mengedepankan kompetisi untuk menjadi produsen EV, ASEAN bisa berfokus untuk membentuk kerja sama untuk membangun dan mengembangkan rantai pasok (supply chain) yang terintegrasi.
Kerja sama tersebut bisa dibangun dengan memperhatikan kekuatan masing-masing negara. Misalnya, Indonesia memiliki sumber daya alam baterai, sehingga berperan sebagai pemasok baterai. Sementara negara lain yang lebih maju berperan untuk mengembangkan dari segi teknologi.
Hal ini bisa dicapai bila masing-masing negara mau duduk bersama untuk mencapai kepentingan bersama tersebut. Sebab, Yose melihat potensi ASEAN yang besar dalam industri otomotif. Hal itu terbukti dari perkembangan masif industri otomotif di ASEAN selama 25 tahun ke belakang.
“ASEAN bisa menggunakan pertumbuhan industri otomotif sebelumnya sebagai modal untuk pengembangan kerja sama rantai pasok yang terintegrasi,” imbuhnya.