sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Asosiasi Petani Tembakau Tolak PP 28/2024 dan Produk Hukum Turunannya

Economics editor Taufan Sukma Abdi Putra
03/09/2024 17:53 WIB
produk hukum yang dibuat mulai dari Undang Undang sampai Peraturan Daerah terbukti telah menghimpit eksistensi industri tembakau nasional.
Asosiasi Petani Tembakau Tolak PP 28/2024 dan Produk Hukum Turunannya (foto: MNC media)
Asosiasi Petani Tembakau Tolak PP 28/2024 dan Produk Hukum Turunannya (foto: MNC media)

IDXChannel - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyatakan penolakannya atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Tak hanya itu, aksi penolakan juga dilakukan terhadap seluruh produk hukum turunan dari PP 28/2024, seperti Peraturan Menteri Kesehatan. 

Sikap penolakan tersebut ditegaskan oleh Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APTI melalui surat terbuka yang ditujukan untuk Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, tertanggal 2 September 2024.

Menurut Ketua umum DPN APTI, Agus Parmuji, terbitnya PP 28/2024 dan menyusul beragam produk hukum turunannya, merupakan bentuk nyata kriminalisasi terhadap hak ekonomi petani tembakau.

"Kami sebagai bagian dari keanekaragaman Warga Negara Indonesia yang berkecimpung di sektor pertanian tembakau merasa dikriminalisasi hak ekonominya," ujar Agus, dalam keterangan resminya,Selasa (3/9/2024).

Selama lima tahun terakhir, menurut Agus, produk hukum yang dibuat mulai dari Undang Undang sampai Peraturan Daerah terbukti telah menghimpit eksistensi industri tembakau nasional.

"Dampak dari hal ini berujung pada lemahnya perekonomian pertembakauan," ujar Agus.

Saat ini, dikatakan Agus, jutaan petani tembakau harus dihadapkan pada terbitnya PP 28/2024 yang disinyalir sebagai alat pemusnah pertanian tembakau di Indonesia.

Agus Parmuji mengeklaim bahwa sejak terbitnya PP 28/2024, momen musim panen yang seharusnya industri saling berkompetisi menyerap bahan baku hasil panen, namun sampai saat ini sudah separuh musim panen,  industri sudah banyak yang mundur karena tidak melakukan pembelian atau penyerapan.

"Bagi kami para petani tembakau mengalami kebingungan karena serapan tembakau jauh dari harapan. Ini sinyal efek domino negatif pada ambruknya ekonomi di sentra pertembakauan," ujar Agus.

Agus juga menyayangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang hanya melihat produk tembakau dari sisi kepentingan kesehatan, dan mengabaikan sisi yang lain, mulai dari ekonomi, sosial, hingga budaya, bahwa ada jutaan petani tembakau yang hidupnya bergantung pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Diketahui, Kemenkes melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit akan menggelar public hearing Rancangan Permenkes tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik, pada Selasa (03/09) di Jakarta. Dengan mengundang multi stakeholders yang mayoritas kelompok anti tembakau. 

"Kalau Kemenkes terlalu bernafsu untuk menerbitkan Rancangan Permenkes tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik sebagai amanat PP 28/2024, bagi kami ini adalah arogansi kebijakan yang tujuannya untuk mengkriminalisasi atau mematikan petani tembakau," ujar Agus.

Agus menegaskan, terbitnya PP 28/2024 dan menyusul Rancangan Permenkes tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik, merupakan agenda besar global/asing dengan melibatkan kelompok anti tembakau yang sengaja akan membunuh hak ekonomi petani tembakau.

"DPN APTI menolak dengan tegas terbitnya PP 28/2024 dan aturan turunan yang arahnya membunuh kelangsungan hak hidup jutaan petani tembakau. Kami akan terus melawan kedzaliman pemerintah yang merampas hak-hak petani tembakau," ujar Agus.

Sebagai informasi, bagian dari PP 28/2024 yang dinilai menjadi ancaman petani tembakau adalah Bab II Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif, dari Pasal 429 sampai Pasal 463.

Bagian tersebut mengatur soal pengendalian zat adiktif produk yang mengandung tembakau atau tidak mengandung tembakau, baik rokok atau bentuk lain yang bersifat adiktif.

(taufan sukma)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement