IDXChannel-Kementerian BUMN dihadapkan dengan perkara hukum (legal formal) yang pelik akibat utang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, sebesar USD 9,8 miliar atau setara Rp 139 triliun.
Untuk mencapai kesepakatan perdamaian antara manajemen Garuda Indonesia dengan sejumlah kreditur global, pemerintah harus menempuh jalur hukum melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di tiga negara dengan proses hukum yang berbeda-beda.
Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo menyebut, yurisdiksi atas perkara utang emiten dengan kode saham GIAA akan ditempuh melalui pengadilan di Indonesia, Inggris, dan Singapura.
"Secara legal, yuridiksinya ada di London, ada di Indonesia, dan sebagian ada di Singapura. Tapi kami akan menggunakan beberapa yurisdiksi utama untuk menyelesaikan isu legalnya," ujar Kartika, dikutip Kamis (11/11/2021).
Meski kesepakatan perdamaian restrukturisasi utang di pengadilan Indonesia sudah diputuskan, pemegang saham dan manajemen tetap dihadapkan dengan perkara hukum yang sama di negara lain. Tiko, sapaan akrab Kartika, mencatat sekalipun kreditur asing tunduk pada ketentuan hukum di dalam negeri. Namun, hasil putusannya harus didaftarkan kembali di pengadilan Inggris.