"Tapi ternyata, Rp708 triliun mangkrak ini bukan persoalan bahasa. Tapi aturan tumpang tindih pusat dan daerah, ego sektoral dan 'hantu-hantu', pemain lapangan, urusan tanah dan lain-lain," katanya.
'Hantu-hantu' ini membuat proses investasi yang awalnya sudah rumit karena birokrasi menjadi semakin rumit. Lanjut Bahlil, ide mengembangkan sistem perizinan OSS ini menjadi solusi 'mengusir hantu-hantu' tersebut.
"Saya punya keyakinan, yang bisa menyelesaikan ini orang yang pernah jadi 'hantu' atau pernah belajar jadi 'hantu' dan itu tidak ada sekolahnya," pungkasnya. (TYO)