IDXChannel - Maraknya aktivitas tambang ilegal timah membuat PT Timah (Persero) dikabarkan rugi Rp2,5 triliun setiap tahunnya. Bahkan pemerintah kini telah menetapkan timah sebagai mineral kritis bukan lagi mineral strategis.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menuturkan pemerintah akan memberikan perhatian penuh pada industri tambang timah. Harapannya, bisa membantu penyelesaian sejumlah masalah yang ada di sektor tambang timah kedepannya.
"Secara sederhana dalam rapat kami juga mengeluarkan surat edaran per 1 Juli 2022 untuk semua smelter harus melaporkan sumber timahnya. Artinya ini adalah bentuk penguasaan yang ingin kita wujudkan dalam waktu dekat," kata Ridwan dalam webinar 'Timah Indonesia dan Penguasaan Negara', Jumat (22/7/2022).
Dengan pelaporan yang dilakukan, berarti akan ada pemantauan alur distribusi dari hulu-hilir. Pemerintah akan mengintegrasikannya dengan sistem informasi batu bara dan mineral (Simbara) yang telah dimiliki.
Menurut dia, timah nantinya akan termasuk dalam sistem tersebut. Harapannya, pemantauan akan lebih detail dengan adanya digitalisasi yang dilakukan.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menyatakan status timah sebagai mineral kritis, dari sebelumnya mineral strategis. Tujuannya untuk memberikan perhatian lebih terhadap mineral timah.
"Liberalisasi tata kelola timah ini telah timbulkan dampak saperti saat ini, satu sisi bagus, perusahaan swasta meningkat, pembukaan kerja juga meningkat. Namun, sebagaimana dalam bisnis yang berjalan selalu ada dampak negatifnya," ujarnya.
Ridwan membeberkan adanya kerugian yang harus ditanggung perusahaan pengelola tambang timah. Ini dipeparah dengan maraknya tambang ilegal.
"Pemerintah berusaha keras menegakkan pengusahaan timah ini melalui cegah bocornya bisnis timah ilegal. karena isu ilegal ini merugikan negara secara penerimaan negara. bisnis ini merugikan badan usaha resmi," ujarnya.
"Mengutip pernyataan PT Timah, setiap tahun rugi Rp2,5 triliun akibat kegiatan ilegal," katanya.
Dampak dari tambang ilegal disinyalir membuat sekitar 123 ribu hektar lahan tambang menjadi kritis. Jika tak segera ditangani, hal ini bakal menjadi lebih parah kedepannya.
"Ini ada biaya yang harus dikeluarkan, dan inilah yang harus menjafi titik berat perhatian kita. Dimapping itu saya mengamini bahwa timah belum tergantikan keneradaannya dengan mineral atau logam manapun," ujar Ridwan.
Selain itu pihaknya akan menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit menyeluruh pada tata kelola timah.
Dia menuturkan, tata kelola pertambangan timah diakui masih menyisakan pekerjaan rumah. Bahkan, hal ini merugikan industri dan negara.
"Tata kelola timah kita belum ideal, pemerintah kemarin dalam rapat menugaskan BPKP untuk melakukan audit terhadap tata kelola timah," kata Ridwan. (RRD)