IDXChannel - Jauh sebelum Taliban berhasil menguasai Kabul, perekonomian Afghanistan sangat rentan dan lemah. Bank Dunia bahkan sampai menggambarkan negara ini sebagai sebuah negara yang dibentuk oleh kerapuhan dan ketergantungan bantuan.
Sebanyak 75% pendapatan pemerintah Afghanistan diberikan oleh lembaga internasional dan Amerika Serikat (AS). Ekonomi Afghanistan mulai tumbuh pada 2001, sejak awal invasi AS. Setahun setelahnya, produk domestik bruto (PDB) Afghanistan mulai menyentuh USD4 miliar.
Berdasarkan informasi dari Bank Dunia, PDB Afghanistan meningkat hampir 5 kali lipat pada 2020, menjadi USD19,8 miliar. Adanya peningkatan ekonomi ini didorong oleh bantuan asing. Sementara itu, sebanyak 44% tenaga kerja di Afghanistan bekerja pada sektor pertanian dan 60% rumah tangga juga bergantung pada sektor tersebut.
Negara ini mempunyai cadangan mineral senilai sekitar USD1 triliun seperti tembaga, kobalt, batubara, bijih besi, lithium. Salah satu potensi yang sangat mencolok adalah lithium, logam yang digunakan dalam baterai untuk perangkat mobile dan mobil listrik. Afghanistan bisa menjadi "Arab Saudinya lithium", hal ini tertuang dalam memo internal Departemen Pertahanan AS.
Potensi besar yang dimiliki Afghanistan tersebut dapat menarik kekuatan besar, seperti China. Akan tetapi, akses yang dimiliki masih kurang mumpuni dan terasa sulit. Sayangnya, potensi baik milik Afghanistan masih kurang dimanfaatkan masyarakatnya. Mereka tidak melihat hal tersebut sebagai sebuah keuntungan.