“Hasilnya, kapasitas lapangan peti kemas Ambon naik dari semula 190 TEUs (twenty-foot equivalent unit) menjadi 250 TEUs,” tutur Nengah.
Satuan TEUs setara dengan kontainer berukuran 20 feet dengan volume maksimal 25 ton. Jam operasional pun diubah mengikuti penambahan kapasitas lapangan peti kemas tersebut. Dulu, ungkap Nengah, jam 10 malam pelabuhan sudah gelap. Namun sekarang, manajemen Pelindo Regional 4 Ambon menerapkan waktu operasi selama tujuh hari kali 24 jam, dengan sistem tiga shift.
“Sabtu dan Minggu pun sekarang kita 'sikat'," papar Nengah.
Namun, lanjut Nengah, pada akhirnya yang paling penting dalam proses transformasi tersebut adalah change management. “Percuma saja lapangan sudah ditata bagus, peralatan yang mumpuni didatangkan, dan juga punya aplikasi yang bagus, kalau orangnya tidak berubah. Karena itu, mindset harus diubah, mulai dari jajaran pimpinan sampai operator di lapangan,” tandas Nengah.
Manajemen Pelabuhan Ambon lalu memulai proses perubahan mindset dengan membawa para tenaga planner dan controller ke beberapa pelabuhan lain untuk belajar praktik kerja terbaik (best practices) dari mereka.
Terminal peti kemas yang dituju antara lain Jakarta International Container Terminal (JICT) di Pelabuhan Tanjung Priok dan terminal peti kemas di Pelabuhan Dwikora di Pontianak. Mereka juga menjalani pelatihan di fasilitas Learning Center Pelindo.
“Kami membekali mereka bagaimana business process yang baru. Kami memberikan kepada mereka gambaran besar tujuan tranformasi ini. Misalnya, para operator di lapangan perlu tahu apa tujuan akhir dari transformasi ini, bukan hanya memahami pekerjaan mereka sendiri. Mereka harus tahu mengapa proses bongkar muat harus cepat,” bebernya.