sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Berkat Sang Kakak, Dede Raup hingga Rp52,5 Juta Sekali Panen dari Budidaya Nila

Economics editor taufan sukma
04/04/2024 18:18 WIB
Dede baru saja menerima pencairan KUR sebesar Rp100 juta untuk tenor tiga tahun.
Berkat Sang Kakak, Dede Raup hingga Rp52,5 Juta Sekali Panen dari Budidaya Nila (foto: MNC media)
Berkat Sang Kakak, Dede Raup hingga Rp52,5 Juta Sekali Panen dari Budidaya Nila (foto: MNC media)

IDXChannel - "If we could change ourselves, the tendencies in the world would also change (Jika kita bisa mengubah diri sendiri, maka kecenderungan dunia juga pastik akan berubah)."

Nasehat tersebut disampaikan oleh tokoh spriritualis dunia asal India, Mohandas Karamchand Gandhi, atau lebih dikenal publik dengan sebutan Mahatma Gandhi.

Menurut sosok pasifis itu, pangkal dari segala mimpi tentang perubahan, adalah kemauan masing-masing kita untuk berubah, sejak mulai dari diri sendiri. Dari sana, jika perubahan telah dilakukan oleh masing-masing individu, maka niscaya dunia pun juga bakal ikut berubah.

"Ya memang semuanya dari diri kita sendiri. Kalau nggak mau berubah, cuma bisa pasrah dengan kondisi yang begini-begini saja, maka perubahan juga tidak akan datang," ujar Dede Fauzi, pemuda Desa Cijeruk, Kecamatan Cinagara, Kabupaten Bogor, saat ditemui di kediamannya, pekan lalu.

Perbincangan tentang kemauan untuk berubah tersebut, disampaikan Dede, terkait dengan perjalanan transformasinya dari seorang pemuda desa dari keluarga sederhana, kini telah sukses menjadi salah satu pemasok utama kebutuhan ikan nila di kawasan Jabodetabek.

Saat ini, Dede tercatat memiliki sedikitnya 14 kolam budidaya, yang seluruhnya difokuskan untuk pengembangan ikan nila. Jenis ikan nilai sengaja dipilih lantaran memiliki nilai jual yang relatif mahal, dengan permintaan pasarnya di pasar cukup tinggi.

Dari setiap kolam yang dimiliki, Dede bisa menghasilkan sedikitnya 1,5 ton ikan nila dalam sekali panen. Dengan asumsi harga jual rata-rata di kisaran Rp35 ribu per kilogram, maka Dede bisa mengantongi pendapatan hingga Rp52,5 juta setiap panen.

"Kalau mau hasilnya maksimal, ikannya gemuk-gemuk gitu, kita biasanya panen setiap 3-4 bulan dari pertama kita tanam bibit. Biasanya panen itu per kolam. Berganti-gantian setiap dua minggu sekali," tutur Dede.

Panutan

Dalam menjalankan bisnis budidayanya saat ini, Dede mengaku memiliki sosok panutan yang menginspirasinya selama ini. Sosok tersebut adalah Sang Kakak, Muhamad Azim Sadikin, atau akrab disapa Kang Azim.

Menurut Dede, Azim adalah sosok yang pertama kali menginisiasi bisnis ikan nila di desanya. Berbekal pinjaman modal dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau BanK BRI), sejak 2014 lalu Azim mulai membuka sebuah kolam pancing yang diberi nama Pemancingan Sindang Reret.

"Si Akang (Azim) ngelihat daerah sini tuh airnya berlimpah ruah. Mau cuaca lagi panas, lagi kering pun, air di sini tetap meluber-luber. Makanya dia coba manfaatkan dengan membuka kolam pancing itu mulai 2014," ungkap Dede.

Perlahan namun pasti, bisnis pemancingan Azim dikisahkan Dede terus berkembang. Dari hanya berbekal satu kolam pada 2014, dalam lima tahun Azim telah berhasil mengembangkannya menjadi 17 kolam pancing, dengan sistem sewa yang berbeda-beda.

Dengan bisnis pemancingan yang terus membesar itulah, Azim mulai berpikir untuk juga mengembangkan budidaya ikan nila sendiri. Dengan harapan, kelak Azim tidak lagi bergantung pada orang lain dalam mencukupi kebutuhan pasokan ikan untuk pemancingannya.

Tak tanggung-tanggung, Azim bahkan sampai terdorong untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan mengambil sertifikasi profesi khusus di bidang budidaya ikan tawar.

"Akang tuh kalau punya keinginan, memang bisa sangat fokus gitu. Makanya dari sana, dengan pengalaman yang dimiliki juga, sejak 2019 Akang dipercaya jadi ketua Klaster Budidaya Ikan Nila di desa sini. Saya jadi salah satu anggotanya," ungkap Dede.

Dari sana lah, Dede mulai tertarik untuk memulai bisnis budidayanya, demi meretas asa kesuksesan seperti halnya yang telah dicapai oleh Azim, Sang Kakak.

Bedanya, jika Azim memulai usahanya dari bisnis kolam pancing dan menjalankan budidaya semata-mata untuk menyuplai kebutuhan ikan di pemancingannya, Dede memilih untuk sepenuhnya fokus dalam bisnis budidaya saja.

"Biar bisnis pemancingan Akang yang fokus ke sana. Saya pilih (fokus) ke budidaya saja. Biar pasarnya juga sendiri-sendiri," papar Dede.

KUR BRI

Seperti halnya Azim, Dede juga memulai bisnis budidayanya dengan bantuan permodalan berupa fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI, dengan mendapat rekomendasi (referral) dari Sang Kakak, selaku Sang Mantor di Klaster Budidaya Ikan Nila.

Pada tahap awal, seperti halnya para pelaku UMKM lain sesama anggota klaster, Dede mendapat fasilitas pinjaman modal sekitar Rp2,5 juta hingga Rp25 juta.

Dari sana, pelan namun pasti bisnis budidaya Dede pun terus berkembang, dengan cakupan pengiriman ikan juga semakin luas.

Dari semula hanya menyuplai kebutuhan ikan di pemancingan Sang Kakak, Azim, dan juga beberapa kolam pancing lain di desanya, Dede mulai menyasar segmen lebih luas, dengan pengiriman ke kolam-kolam pancing dan pasar basah di daerah Kabupatean dan juga Kota Bogor.

"Ada juga beberapa pelanggan di Tangerang. Lalu sebagian juga (kirim) ke Bekasi. Ada juga permintaan dari kota-kota lain, tapi belum saya ambil karena produksi kita masih terbatas," ungkap Dede.

Guna menopang perkembangan bisnisnya, Dede pun telah beberapa kali mengajukan pinjaman kredit dari BRI dengan nilai pagu yang juga semakin besar. Terakhir, Dede baru saja menerima pencairan KUR sebesar Rp100 juta untuk tenor tiga tahun.

Puluhan Anak Didik

Hal tersebut dibenarkan oleh Azim, Sang Kakak. Sebagai mentor, Azim mengaku telah merekomendasikan Dede untuk dapat menerima pengucuran kredit lebih besar.

"Bukan karena dia adik saya, tapi karena memang secara bisnis, dia sudah butuh (permodalan lebih besar), dan secara daya bayar, saya yakin dia mampu. Karena biar pun adik, tapi misal dia belum mampu, pasti tidak akan saya rekomendasikan. Karena kalau sampai ada masalah, saya juga pasti ikut tanggung jawab," ujar Azim, dalam kesempatan yang sama.

Selain Dede, Azim mengaku memiliki tiga anak didik lagi di bawah naungan Klaster Budidaya Ikan Nila Cijeruk. Namun, berbeda dengan Dede dan dirinya, ketiga anggota klaster tersebut lebih memilih untuk fokus ke bisnis jual-beli ikan secara harian.

Pilihan tersebut sengaja dipilih karena perputaran uangnya jauh lebih cepat dibanding dengan bisnis budidaya yang untuk meraup keuntungan, harus menunggu masa panen tiba, sekitar dua minggu sekali.

"Jadi mereka beli dari pembudidaya kayak Dede gitu, lalu langsung dijual ke pasar. Hari besok, cari pembudidaya lain yang sedang panen. Gitu terus tiap hari. Dengan begitu, mereka untungnya harian. Duitnya jadi lebih cepat muternya," jelas Azim.

Selain mendidik anggota klaster, Azim mengaku juga secara aktif melakukan sosialisasi dan edukasi ke para pelaku UMKM lain di desanya, yang berkecimpung di luar bisnis ikan nila. Biasanya, Azim banyak melakukan sosialisasi dan edukasi terkait inklusi keuangan dan berbagai produk layanan perbankan, khususnya dari BRI.

Menurut Azim, sosialisasi dan edukasi tersebut sangat dibutuhkan bagi para pelaku UMKM untuk dapat mengakses bantuan permodalan dari BRI.

"Jadi karena saya juga punya Agen BRILink, maka pengajuan kredit gitu oleh BRI juga diarahkan lewat saya. Jadi saya edukasi juga, bagaimana agar bisnis kita dinilai layak mendapat pinjaman modal. Belajar pembukuan, neraca rugi-laba dan sebagainya, agar mereka dinilai layak untuk dapat kredit," tandas Azim.

Tak hanya bagi yang telah memiliki usaha, Azim juga banyak membantu warga di desanya untuk mulai berbisnis dari nol, dengan bantuan permodalan dan ide bisnis yang lebih tertata, rapi, sehingga bisa dijalankan dengan lebih baik.

Para pebisnis pemula tersebut, oleh Azim, akan diarahkan untuk mendapat fasilitas pinjaman ultra mikro (UMI) dari BRI, yang produknya diberi nama Kredit Cepat (KECE).

Berbeda dengan fasilitas KUR, produk KECE ini memiliki pagu pinjaman yang lebih kecil, dengan durasi pinjaman (tenor) yang juga lebih pendek. Biasanya nominal pinjaman yang diberikan berkisar Rp500 ribu hingga Rp10 juta per nasabah, dengan tenor pinjaman maksimal selama tiga bulan saja.

"Karena agar tidak memberatkan juga. Mulai dari kecil dulu. Khawatirnya kalau langsung ikut KUR, mereka (pebisnis pemula) bakal keberatan. Belum siap," urai Azim.

Dalam teknis pelaksanaannya di lapangan, Agen BRILink seperti Azim bakal banyak berperan dalam memberikan rekomendasi atau referral kepada pihak BRI untuk membantu mengumpulkan berkas-berkas persyaratan yang diperlukan.

Dengan segala upaya yang dilakukan, Azim pun membantu dua pihak sekaligus, yaitu BRI dalam memperlancar dan menjaga keamanan dalam proses pencairan kreditnya, serta sekaligus membantu memperbaiki dan meningkatkan perekonomian di desanya.

"Alhamdulillah, (desanya) sudah jadi desa wisata yang lumayan terkenal. Kalau Anda tanya ke komunitas pemancing di daerah Jabodetabek, pasti tahu desa sini. Dari situ, ekonomi masyarakat juga meningkat. Sekarang (warga yang) mau mulai usaha juga gak bingung lagi, pasti kita bantu," tegas Azim. (TSA)

Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8
Advertisement
Advertisement