sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Biaya Kereta Cepat Membengkak, Ekonom Sarankan Ada Audit Menyeluruh

Economics editor Anggie Ariesta
19/10/2021 11:47 WIB
Pembengkakan biaya yang terjadi terhadap proyek kereta cepat Rp86,67 triliun menjadi Rp114,24 triliun, ekonom menyarankan dilakukannya audit menyeluruh.
Biaya Kereta Cepat Membengkak, Ekonom Sarankan Ada Audit Menyeluruh. (Foto: MNC Media)
Biaya Kereta Cepat Membengkak, Ekonom Sarankan Ada Audit Menyeluruh. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pembengkakan biaya yang terjadi terhadap proyek kereta cepat Rp86,67 triliun menjadi Rp114,24 triliun. Disinyalir biaya membengkak karena ada masalah pembebasan lahan yang membuat stasiun Walini ditunda jadi tempat transit.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan, dalam proyek konstruksi ini diduga kontribusi paling besar untuk biaya adalah pembebasan lahan yang dinilai tak transparan.

"Ini dia yang kita inginkan karena ini menyangkut isu publik, jadi kita inginkan audit secara total termasuk apakah sudah dilakukan negosiasi pinjaman terhadap kreditur. Kemudian skema penentuan cost yang membengkak itu apa dan bagaimana negosiasi itu dibuka kepada publik," ujar Bhima dalam Market Review IDX Channel, Selasa (19/10/2021).

Terkait pandemi, pembengkakan biaya menurut Bhima terjadi juga karena ada perlambatan bahan baku karena sebagian besar impor dari negara lain.

"Tapi kan permasalahan ini tidak semuanya terbuka kepada publik apalagi kalau nanti menggunakan dana APBN, tolong diberikan audit secara detail dulu sebenarnya di pos mana dan ini kenapa, jadi belajar bagi proyek infrastruktur kedepannya termasuk pembebasan lahan yang liar," ujarnya.

Lebih lanjut Bhima memberi dua opsi, yang pertama adalah penyertaan modal negara pada konsorsium atau opsi kedua yang sama saja ujungnya ada risiko komprehensi yang ditujukan ke negara juga BUMN.

"Contohnya BUMN diminta menerbitkan surat utang tapi dengan government back up atau government guarantee itu yang bisa dilakukan. Cuma kalau kita lihat ini kemudian menjadi soal laporan sama saja mau ada PMN dan pemerintah berutang secara langsung sama saja utang negara," katanya.

Untuk 2022 saja, kata Bhima, ruang fiskalnya semakin sempit, bunga utang sudah Rp400 triliun lebih dan kewajiban bunga utang di 2022.

"Ini belum tambahan opsi dari proyek Jakarta-Bandung, jadi bebannya bisa lebih besar di APBN," ujar dia.

Menurut Bhima pemerintah dari awal tidak konsisten untuk pemakaian modal. Jika awalnya menggunakan APBN protesnya lebih banyak, karena proyek kereta cepat menyasar masyarakat menengah atas.

"Itu dia kalau logicnya menengah atas B2B karena orientasinya komersil dan profit, kalau menengah kebawah ada pengaspalan jalan di luar Jawa nah ini harusnya kesana kalau menggunakan APBN, kalau subsidi menengah atas jadi pertanyaan karena menggunakan APBN," pungkasnya. (TYO)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement