Namun terkadang tekanan inflasi masih terus-menerus terjadi dan membutuhkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi untuk dijinakkan. Hasilnya — pinjaman yang makin mahal — dapat memaksa perusahaan untuk membatalkan usaha baru dan memangkas pekerjaan serta konsumen untuk mengurangi pengeluaran. Itu semua ujung-ujungnya akan memicu resesi.
Makalah penelitian itu menyimpulkan, hal itulah yang terjadi pada periode inflasi tinggi sebelumnya. Para peneliti meninjau 16 episode sejak 1950 ketika bank sentral seperti The Fed menaikkan biaya pinjaman untuk melawan inflasi, di Amerika Serikat, Kanada, Jerman, dan Inggris. Dalam setiap kasus, terjadi resesi.
"Tidak ada preseden pasca-1950 untuk ... disinflasi yang cukup besar yang tidak memerlukan pengorbanan atau resesi ekonomi yang substansial," makalah itu menyimpulkan.
Selama setahun terakhir, The Fed telah menaikkan suku bunga jangka pendek utamanya sebanyak delapan kali.
Persepsi bahwa bank sentral perlu terus menaikkan biaya pinjaman diperkuat oleh laporan pemerintah pada Jumat (24/2) bahwa indikator inflasi the Fed mengalami percepatan pada bulan Januari, setelah beberapa bulan mengalami penurunan. Harga kembali melonjak 0,6 persen dari Desember hingga Januari, kenaikan bulanan terbesar sejak Juni tahun lalu.
Bukti terbaru adanya percepatan harga membuat The Fed perlu berbuat lebih banyak untuk mengalahkan inflasi yang tetap tinggi.
Namun Philip Jefferson, anggota Dewan Gubernur Fed, memberikan sambutan pada Jumat (24/2) di konferensi kebijakan moneter yang menyarankan bahwa resesi mungkin tidak dapat dihindari.