Modus Pinjol Illegal dilakukan dengan meminta akses terhadap data dan nomor kontak dalam ponsel peminjam dengan alasan untuk kepentingan penagihan. Setelah gagal bayar, Pinjol Illegal melakukan penagihan dengan berbagai upaya dan/atau intimidasi. Bentuk intimidasi diantaranya mencemarkan nama baik peminjam, dan melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, seperti mengirim WhatsApp/telepon dengan kata-kata kasar, mempermalukan dengan menyebarkan foto peminjam yang ditambahkan kata kata “pencuri membawa kabur uang orang”, “open BO buat buat bayar hutang pinjol”, “wanted” , atau menyebar foto peminjam yang diedit menjadi foto yang tidak senonoh.
Achmadi turut memaparkan tantangan LPSK untuk memberikan perlindungan terhadap Korban Pinjol Illegal yaitu:
Pertama, Korban tidak melaporkan kepada pihak Kepolisian. Padahal kasus Pinjol Illegal sudah menjadi atensi Pemerintah, termasuk Kepolisian. Sedangkan perlindungan dari LPSK dapat diberikan terhadap saksi dan korban dalam proses peradilan pidana.
Kedua, korban kurang kooperatif. Pasca mengajukan permohonan ke LPSK, sebagian pemohon tidak bisa dihubungi. “Tidak merespon petugas LPSK, baik menggunakan sambungan telepon, WhatsApp, Email maupun surat,” jelasnya.
Ketiga, korban tidak melengkapi persyaratan permohonan perlindungan. Padahal syarat tersebut sangat sederhana, yaitu Identitas pemohon, kronologi kejadian, dan Tanda Bukti Laporan Polisi.