Dana Proyek Kereta Cepat Bengkak Rp27 Triliun, Negara Bakal Utang Lagi?

IDXChannel - Pendanaan Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung mengalami pembengkakan, proyek yang awalnya sebesar USD6,07 miliar atau sekitar Rp86,5 triliun, saat ini anggaran pembangunan yang dibutuhkan menjadi Rp118,5 triliun atau membengkak sekitar Rp27,2 tirliun.
Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kekurangan dana tersebut sudah pasti bakal ditanggung melalui utang luar negeri, karena sudah tentu tidak bisa ditutup oleh APBN karena keterbatasan.
"Itu yang bisa dilakukan, kalau hanya membebankan kepada ABPN, sekarang APBN Rp520 triliun untuk dana Subsidi energi, tahun depan ada Rp110 triliun untuk biaya pemilu, kemudian ada belanja pegawai, atau belanja barang yang sifatnya rutin, ada proyek infrastruktur selain kereta cepat Jakarta Bandung," ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal, Kamis (4/8/2022).
Seperti diketahui proyek KCJB ini merupakan konsorsium BUMN Indonesia, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dan konsorsium China, Beijing Yawan HSR Co Ltd, sesuai dengan komposisi saham. PSBI memegang sebanyak 60% saham KCIC sebagai pemilik proyek. Sementara, sisanya yang sebesar 40% dimiliki Beijing Yawan.
Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan yang kurang itu, PSBI akan menalangi sebesar Rp4 tirliun, yang masuk lewat PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, sedangkan konsorsium China diperkirakan bakal menanggung Rp3 triliun. Sedangkan sisanya bakal ditutup menggunakan utang.
Karena menurut Bhima kalau untuk menggunakan dana APBN sudah tidak ada tempat, mengingat kebutuhan anggaran untuk program lain yang belum selesai juga masih banyak, terlebih ada kebutuhan anggaran untuk hajatan politik.
"Kalau hanya membebankan kepada ABPN, sekarang APBN Rp520 triliun untuk dana Subsidi energi, tahun depan ada Rp110 triliun untuk biaya pemilu, kemudian ada belanja pegawai, atau belanja barang yang sifatnya rutin, ada proyek infrastruktur selain kereta cepat Jakarta Bandung," sambung Bhima.
"Kalau pakai APBN sudah tidak ada tempat, apa mau belanja pegawai dikurangi," pungkasnya.
(SAN)