IDXChannel - Laga memperebutkan kursi 16 besar Piala Dunia 2022 Qatar antara Timnas Jerman dan Kosta Rika berakhir dramatis.
Der Panzer harus angkat koper dari laga dunia ini meskipun mengalahkan Kosta Rika dengan skor 4-0. Tim dengan valuasi sebesar Rp15,39 triliun ini harus dipecundangi Jepang di Grup E yang melenggang ke babak 16 besar.
Jerman tersingkir dari Piala Dunia 2022 pada tahap yang sama seperti di Rusia empat tahun lalu.
"Bagi saya pribadi, ini benar-benar bencana, jika ini adalah pertandingan terakhir saya. Saya selalu berusaha untuk meninggalkan hati saya di lapangan," kata pemain depan Jerman Thomas Müller, yang menyatakan diri akan pensiun, mengutip DW (2/12).
Dilansir laman resmi FIFA, timnas Jerman sebenarnya lebih mendominasi jalannya pertandingan. Terlihat dari penguasaan bola mencapai 70%.
Timnas Jerman terlihat langsung impresif sejak menit awal babak pertama. Bahkan Der Panzer sudah menciptakan peluang sejak menit ke-2.
Adapun Müller sempat melepaskan sundulan sederhana yang melebar sebelum Serge Gnabry membuka skor dengan peluang sundulan pada menit ke-10.
Selain itu, timnas Jerman berhasil melepaskan 10 tembakan mengarah ke gawang timnas Kosta Rika.
Sayangnya, tim di bawah asuhan Hansi Flick ini terlihat boros di depan gawang dan menjadi semakin kendur saat babak pertama berlalu.
Jamal Musiala sempat mencoba mengoyak pertahanan Kosta Rika dari luar kotak penalti dengan sepakan kaki kanan. Namun, upaya pemain bernilai pasar Rp1,73 triliun ini masih mampu ditepis Keylor Navas.
Terlepas dari upaya terbaik Niclas Füllkrug, Jerman tidak lagi memiliki pertahanan yang kokoh. Secara pertahanan, hanya Antonio Rüdiger yang terlihat sebagai penerus yang cukup baik pada generasi setelah legenda Der Panzer, Mats Hummels.
Kekacauan mulai terjadi di bek kanan setelah Joshua Kimmich harus dipindah ke lini tengah. Kurangnya kualitas nyata di posisi bek sayap membuat pertahanan Der Panzer mudah ditebak.
Melihat situasi ini Jonathan Harding, dalam kolomnya di DW menyebut bahwa Jerman bukan lagi masuk jajaran tim elite.
Masalah struktural dalam timnas sepak bola Jerman muncul pasca 2014. Penjaringan pemain di awal tahun 2000-an menghasilkan generasi yang berbakat secara teknis dan cerdas secara taktik yang membawa kejayaan Jerman pada 2014 sebagai juara Piala Dunia.
Namun sejak itu, Jerman mulai lamban beradaptasi. Dalam konteks permainan internasional saat ini, Jerman bukan lagi bagian dari papan atas.
Terbukti dari statistik yang menunjukkan Jerman hanya menang dalam tiga dari 10 pertandingan turnamen terakhir mereka sebelum Piala Dunia 2022.
Ekonomi Jerman Masih Tertekan Inflasi
Tak hanya kekalahan Der Panzer yang membawa kabar tak sedap. Kondisi ekonomi nasional Jerman pun masih tertekan akibat sejumlah guncangan.
Inflasi Jerman terpantau sedikit mendingin di bulan November, tetapi masih mendekati rekor tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan pada ekonomi terbesar Eropa itu masih perlu diwaspadai
Mengutip Tradingeconomics, inflasi harga konsumen di Jerman turun menjadi 10% year on year (yoy), turun dari level tertinggi di bulan Oktober sebesar 10,4%.
Namun, tingkat suku bunga di negara ini tetap jauh di atas target Bank Sentral Eropa (ECB) sekitar 2%.
Kondisi ini menunjukkan perlunya pengetatan moneter lanjutan untuk memerangi inflasi yang tinggi.
Perlambatan ini disinyalir karena kenaikan biaya energi yang lebih kecil sebesar 38,4% dibanding 43% bulan sebelumnya.
Di sisi lain, harga pangan cenderung meningkat sebesar 21% dibanding bulan sebelumnya sebesar 20,3%.
Peningkatan harga makanan dan energi di Jerman memang telah meningkat pesat sejak perang Rusia-Ukraina dimulai dan memiliki dampak yang besar buat ekonomi Der Panzer.
Terhenti di Fase Grup, Tetap Bawa Pulang Kerja Sama LNG
Di samping itu, meski harus pulang dari Qatar, Jerman tak sepenuhnya rugi. Pasalnya, negara ekonomi terbesar Eropa ini telah mengantongi kerja sama penyaluran gas alam cair (LNG) dengan tuan rumah Piala Dunia 2022.
Qatar mengatakan pihaknya setuju untuk memasok gas alam Jerman sebagai upaya mengurangi ketergantungannya pada pasokan dari Rusia.
Setelah bertahun-tahun ketidakpastian yang menghalangi penjualan LNG Qatar.
Mengutip QatarEnergy, Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan selama pembicaraan di Doha pada Maret lalu bahwa pemerintahnya berencana untuk mempercepat pembangunan dua terminal impor LNG.
Diketahui negara ini tidak memiliki terminal impor LNG sendiri.
“Kedua negara sepakat entitas komersial masing-masing akan terlibat kembali dan melanjutkan diskusi tentang pasokan LNG jangka panjang dari Qatar ke Jerman,” mengutip QatarEnergy.
Perjalanan Habeck ke Doha adalah bagian dari upaya negara-negara besar untuk mengamankan energi setelah invasi Rusia ke Ukraina membuat pasokan global berantakan.
Jerman menjadi salah satu negara yang paling terpuruk kekurangan pasokan energi akibat mandeknya suplai dari Rusia. Negara ini mengandalkan lebih dari separuh pasokan gas alam, batubara, dan sepertiga pasokan minyak dari Rusia.
Mengutip Bloomberg, tantangan Jerman adalah menemukan alternatif jangka pendek untuk gas alam tahun ini.
Sementara, Qatar adalah produsen LNG terbesar dunia tahun lalu. Sebelumnya, otoritas Qatar menyatakan tidak bisa banyak membantu krisis energi di Eropa karena sebagian besar gasnya dijual di bawah kontrak pasokan jangka panjang ke Asia.
Hanya 10 hingga 15% LNG Qatar yang dapat dialihkan ke pasar Eropa dalam waktu singkat. Sisanya memerlukan izin dari pembeli yang telah meneken kontrak di Asia.
Qatar juga menghabiskan hampir USD30 miliar untuk meningkatkan kapasitas produksi LNG-nya untuk peningkatan sebesar 50% hingga akhir tahun 2025. (ADF)