sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Diminta Jual Produk Lokal, Pedagang Thrifting di Pasar Senen Kompak Menolak

Economics editor Advenia Elisabeth/MPI
31/03/2023 08:47 WIB
Pedagang thrifting menolak ajakan pemerintah beralih berjualan produk second impor menjadi produk lokal.
Diminta Jual Produk Lokal, Pedagang Thrifting di Pasar Senen Kompak Menolak. (Foto MNC Media).
Diminta Jual Produk Lokal, Pedagang Thrifting di Pasar Senen Kompak Menolak. (Foto MNC Media).

IDXChannel - Pedagang thrifting menolak ajakan pemerintah beralih berjualan produk second impor menjadi produk lokal. Menurutnya, hal itu tidak bisa menjamin mendatangkan keuntungan yang setara sama seperti menjual pakaian second impor. 

"Memang bisa dijamin saya untung dengan alih usaha itu? Saya sudah 25 tahun, anak saya kuliah dari hasil ini, dan saya tidak merugikan pemerintah dan meminta lowongan kerja. Saya mandiri dalam kehidupan, kenapa harus dihanguskan? Ayo dong rangkul para pengecer ini jangan hanguskan rakyat ini," ungkap Laura, Pedagang Baju Thrifting di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Laura mengatakan, banyak keunggulan jika menjual pakaian thrifting di Pasar Senen. Meskipun bukan dalam kondisi baru, namun barangnya branded, kualitas masih oke. Harga yang ditawarkan juga jauh di bawah harga baju baru baru. 

Untuk jenis baju branded dibanderol mulai dari Rp10.000 hingga Rp30.000 per item. Ada juga yang dijual Rp50.000 hingga Rp300 ribu, tergantung merek. Sedangkan celana jeans mulai dari Rp35.000 hingga Rp60.000 per item. Bahkan baju obralan, bisa dipatok Rp1.000 per item. 

Dengan harga segitu, kalangan menengah ke bawah bisa membeli. Pedagang asongan, tukang becak, supir angkot, ibu rumah tangga, pelajar, hingga pekerja. 

"Dengan produk pakaian bekas orang beli branded dengan harga murah, apakah produk lokal bisa bersaing? Orang terbantu loh pakai baju bekas ini dengan murah ada yang seribu kalau obralan, yang branded lagi paling murah Rp50.000, paling mahal Rp300ribu, apalagi? Jadi ini bukan solusi dong ceritanya," tutur Laura. 

Senada, Pedagang thrifting bernama Deri juga mengatakan tidak setuju dengan rencana pemerintah tersebut. Menurutnya, mengganti pakaian thrifting dengan pakaian lokal bukanlah langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah. 

Ia menilai, pakaian thrifting memiliki banyak keunggulan dibandingkan pakaian lokal. 

"Kurang greget saja kalau barang lokal itu karena kalau namanya impor itu kan sudah ketahuan barangnya, modelnya, dari segi bahannya, kualitasnya juga bagus semua walaupun barangnya, barang second. Tapi kalau mau diganti dengan barang baru kayaknya bukan suatu jalan yang tepat, bukan menyelesaikan masalah itu namanya," ungkap Deri. 

Di samping itu, Deri menuturkan, tindakan pemusnahan pakaian bekas oleh pemerintah membawa dampak buruk bagi usahanya. Pembeli menurun drastis sehingga omzet yang didapat pun turut melandai. Dari sebelumnya Rp1 juta per hari menjadi sekitar Rp500 ribu per hari. 

Kata dia, konsumen merasa takut membeli barang bekas impor karena pemerintah memberikan kampanye negatif terhadap pakaian second. 

"Sangat berkurang (omzetnya). Karena mereka itu ditakut-takuti oleh pemerintah. Bahasanya ada virus, padahal tidak. Selama ini covid ada di Indonesia bahkan kami di sini pedagang thirfting jualan terus enggak ada namanya kematian gara-gara thrifting," bebernya. 

Deri pun menambahkan, dari situasi sekarang ini harga pakaian bekas impor jadi terdongkrak. Misal biasanya satu baju dijual seharga Rp20 ribu, kini naik menjadi Rp25 ribu. 

(FAY)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement