Tak ketinggalan, komoditas pangan yang ketergantungan volume impornya paling banyak, dikatakan Amin, adalah gandum. Setiap tahun, Indonesia mengimpor sekitar 10 hingga 11 juta ton gandum.
Komoditas ini kemudian diolah menjadi tepung terigu, yang merupakan bahan baku untuk produk pangan seperti mi instan dan roti.
"Komoditas lain yang volume impornya tinggi adalah daging sapi, yaitu sekitar 25 sampai 30 persen dari seluruh daging sapi yang dikonsumsi di Indonesia. Selain komoditas tersebut, pemerintah juga tidak konsisten soal beras yang sering tiba-tiba diputuskan untuk impor," ujar Amin.
Selain pangan, Amin menjelaskan, sektor-sektor yang terdampak oleh penguatan dolar AS antara lain farmasi, otomotif, elektronik, dan tekstil. Barang-barang kebutuhan akan semakin mahal, yang berarti membuat daya beli masyarakat melemah. Padahal, konsumsi masyarakat selama ini terbukti telah menjadi penopang utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Jika tidak secepatnya diambil langkah-langkah tepat, Indonesia bisa masuk ke dalam situasi instabilitas harga maupun pasokan komoditas pangan. Bukan hanya itu, masyarakat juga akan merasakan ekonomi biaya tinggi akibat depresiasi nilai tukar rupiah," ujar Amin.