IDXChannel - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah menyiapkan skema produksi, distribusi dan mekanisme substitusi dimethyl ether (DME) ke liquid petrolium gas (LPG) secara cermat. Hal itu semata agar proses substitusi LPG ke DME berjalan baik dan tidak membebani APBN.
"Substitusi LPG dengan DME, sebagai hasil gasifikasi batubara adalah langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan kita pada impor LPG. Namun, Pemerintah harus menghitung secara cermat aspek keekonomiannya. Jangan sampai upaya ini malah membebani APBN kita," kata Mulyanto dalam keterangan persnya, Jumat (28/1/2022).
Menurutnya, aspek keekonomian proses substitusi ini harus diperhatikan dengan baik. Dia berharap harga DME harus bersaing dengan harga LPG, termasuk juga dengan harga gas alam (LNG) atau kompor listrik. "Karena kalau biaya produksi DME lebih mahal maka berpotensi membebani APBN," ujarnya.
Sekarang ini, lanjutnya, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, proyek hilirisasi minerba dikenakan royalti 0%. Artinya potensi penerimaan negara dari proyek gasifikasi batu bara ini adalah "zero rupiah", yang menurutnya semacam subsidi di "hulu". Kemudian nanti saat di hilir akan terjadi pengalihan subsidi pemerintah dari subsidi LPG 3 kilogram menjadi subsidi DME.
“Jadi itu sudah double subsidi. Kemudian, kalau harga DME lebih mahal dari harga LPG non-subsidi, maka akan muncul subsidi level ketiga (triple subsidi), yakni selisih antara harga DME dibanding LPG untuk produk non-subsidi. Ini tentu tidak kita inginkan. Karenanya hitung-hitungan keekonomian proyek DME ini harus cermat,” jelasnya.