IDXChannel - Pembangunan pemukiman warga di atas lahan PT Pertamina (Persero) di Plumpang, Jakarta Utara, dimulai pada 1980-an. Padahal penguasaan lahan seluas 153 hektare (ha) diperuntukkan untuk industri atau instalasi minyak.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan, penguasaan lahan di Plumpang oleh BUMN minyak dan gas bumi (migas) itu terjadi pada 1971.
Ketika itu, Pertamina membeli tanah seluas 153 hektare dari salah satu perusahaan swasta yakni PT MASTRACO. Kemudian, pada 1976 dikeluarkan surat penetapan pemberian hak dari Menteri Dalam Negeri, di mana lahan tersebut diperuntukkan untuk pembangunan industri atau instalasi minyak dari keseluruhan lahan.
Namun, di 1980, sebagian masyarakat berbondong-bondong mulai membangun kediamannya di atas lahan perusahaan.
"Jadi kalau dilihat sebenarnya masyarakat mulai mendekat itu di akhir tahun 80-an, dan di hari ini bisa terlihat begitu padatnya sampai masyarakat itu nempel di pembatas Terminal Plumpang. Jadi ini kondisi hari ini," ungkap Nicke Selasa (14/3/2023).
Pada 2017, Pertamina melakukan inventarisasi di Plumpang. Melalui bantuan lembaga Survey Indonesia, ditemukan ada 34.700 orang dengan jumlah KK 9.234 kepala keluarga (KK) yang mendiami tanah perusahaan.
Jumlah itu, lanjut Nicke, terus naik signifikan hingga saat ini. Penjelasan Pertamina ini sekaligus menjawab pertanyaan atau isu yang beranggapan Pertamina membangun dan mengoperasikan Terminal BBM di tengah pemukiman penduduk.
Pertanyaan itu mencuat setelah terjadinya insiden kebakaran Terminal BBM Plumpang yang menewaskan banyak orang.
Akibat kebakaran tersebut, Kementerian BUMN selaku pemegang saham Pertamina akan mengubah Depo Pertamina Plumpang di Tanah Merah menjadi pabrik lubricant.
(FAY)