Huda menilai, seharusnya uang pekerja yang dibayarkan 2,5% dari gaji bisa dialokasikan ke instrumen investasi yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Tidak harus lari ke Tapera, yang akan diinvestasikan ke Obligasi dan Deposito saja.
"Seharusnya dengan uang yang diambil untuk iuran Tapera bisa digunakan untuk investasi sendiri, tapi gegara diambil buat Tapera bisa tidak optimal, atau bahkan rate returnnya lebih rendah dibandingkan inflasi," sambungnya.
Menurutnya, jika tujuan Tapera adalah untuk mengentaskan backlog perumahan, maka Huda menyoroti soal program Tapera yang sudah lebih dulu diterapkan kepada para Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sebab menurutnya, hingga saat ini backlog perumahan masih tergolong cukup tinggi.
"Apakah benar Tapera bisa menyelesaikan masalah Backlog rumah di Indonesia. Secara aturan, kewajiban ini sudah berjalan dari tahun 2018 atau dua tahun setelah UU Tapera terbit," kata Huda.
"Namun apakah sudah menyelesaikan masalah backlog perumahan? Nyatanya backlog perumahan masih terlampau tinggi. Bank Tabungan Negara juga sudah disuntik PMN jumbo pada tahun 2023 untuk membantu kepemilikan rumah," pungkasnya. (TSA)