IDXChannel - Ekonom Bank Permata Josua Pardede meminta pemerintah mengkaji kembali rencana kenaikan pajak petambahan nilai (PPN) 12 persen dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Menurutnya, kenaikan PPN ini memang diperlukan untuk menaikkan tax ratio. Namun, hal itu bisa menjadi masalah karena kondisi ekonomi saat ini.
Hal itu pun yang menurutnya harus menjadi perhatian pemerintah untuk berhati-hati menerapkan kebijakan tersebut.
"Menurut kami, kenaikan PPN perlu disesuaikan dengan perkembangan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat ke depannya dan pemerintah perlu meng-update kajiannya terkait kenaikan PPN dengan kondisi terkini, sehingga pemerintah dapat memastikan kebijakan tersebut tidak berdampak negatif bagi konsumsi masyarakat dan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Josua ketika dihubungi IDX Channel, Jumat (26/7/2024).
Joshua mengatakan kenaikan PPN tersebut memang akan lebih berdampak pada kelompok menengah sehingga akan lebih banyak mengonsumsi barang sekunder dan tersier yang dikenakan PPN.
Sebagaimana diketahui, barang primer seperti bahan makanan dan pendidikan negeri tidak dikenakan PPN sehingga sebenarnya kenaikan PPN berdampak minim ke golongan pendapatan bawah dan miskin.
"Jika dibandingkan antara menengah bawah dan atas tentunya yang akan paling berdampak adalah kelompok menengah bawah karena kelompok ini lebih sedikit riil income nya (lebih sedikit savings dan investment nya sehingga proses smoothing consumption akibat kenaikan PPN tidak akan selancar kelompok menengah atas)," tuturnya.
Sementara itu, pada perhitungan IHK bobot tertinggi terdapat pada inflasi inti yang sebesar 65 persen, dan jika kami lihat komoditas-komoditas di dalam basket-nya yang paling banyak dikenakan PPN. Oleh karena itu, kenaikan PPN akan berdampak pada kenaikan inflasi inti yang berujung pada kenaikan inflasi umum.
"Berkaca pada kenaikan PPN sebelumnya di tahun 2022, dampaknya relatif sangat kecil dan tidak menimbulkan efek negatif pada kondisi ketenagakerjaan Indonesia. Hal ini juga dikarenakan kenaikan PPN yang sangat terbatas hanya 1 persen dan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang cukup resilient dan berlanjutnya proses pemulihan, dampak dari kenaikan tersebut kami lihat tidak akan sampai memicu PHK," kata Josua.
Ia pun mengusulkan, untuk mengurangi dampak dari kenaikan PPN ke 12 persen pada tahun depan tersebut, pemerintah harus dapat menurunkan dan menstabilkan harga pangan serta energi. Sehingga jika inflasi kedua kelompok pengeluaran tersebut dapat dikendalikan, makan dampak kenaikan 1 persen tersebut dapat terkompensasi.
"Selain itu, momentum pertumbuhan dan pemerataan ekonomi perlu dijaga sehingga kenaikan PPN dapat dibarengi dengan kenaikan pendapatan masyarakat secara umum," tuturnya.
(Febrina Ratna)