Mengenai penurunan nilai tukar rupiah yang menembus level psikologis Rp16.000 per dolar AS, menurut Anindya, bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, pada April 2020, kurs rupiah juga pernah bernasib sama. Pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami rupiah, tetapi juga mata uang regional lainnya.
"Ini disebabkan oleh ketidakpastian kondisi geopolitik akibat memanas-nya Timur Tengah. Belum lagi perang dagang yang meruncing antara AS dan Tiongkok," kata dia.
Dia menegaskan, pemerintah dan Bank Indonesia sudah memiliki pengalaman menghadapi situasi tekanan seperti yang terjadi saat ini.
"Yang terpenting adalah komunikasi dengan dunia usaha terus dijaga, agar dapat diambil kebijakan yang tepat sasaran," pungkasnya.
(NIY)