"Saya sudah peringatkan bahwa ini tidak sustainable karena membutuhkan subsidi yang lebih berat," ungkapnya.
Indonesia juga berambisi mengembangkan secara besar-besaran industri mobil listrik yang ditopang oleh ambisi menjadi produsen baterai terbesar di Indonesia. Faisal menilai kebijakan ini akan menjadi percuma jika listrik yang dihasilkan masih berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara.
"Ya sama saja bohong kalau listriknya dari batubara. Bakal terjadi kekacauan kalau semua hendak diwujudkan dan menimbulkan ongkos ekonomi yang sangat mahal," tuturnya.
Dia menambahkan, proyek gasifikasi batubara “Coal to DME” di Tanjung Enim juga tidak menyelesaikan masalah. Menurut dia, harga DME dari proyek gasifikasi batu bara akan relatif jauh lebih mahal.
"Jadi proyek ini dijamin akan rugi karena bagaimanapun batu bara diolah dengan susah payah menjadi gas itu niscaya harganya jauh lebih mahal dari gas yang keluar dari perut bumi di negara-negara Timur Tengah," tandasnya. (TYO)