sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

G20 dan Progres Reformasi Arsitektur Kesehatan Global

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
18/10/2022 06:30 WIB
Sinergi G20 diperlukan untuk mendorong terwujudnya ketahanan arsitektur kesehatan global dan pendanaan pencegahan pandemi di masa depan.
G20 dan Progres Reformasi Arsitektur Kesehatan Global. (Foto: MNC Media)
G20 dan Progres Reformasi Arsitektur Kesehatan Global. (Foto: MNC Media)

Pentingnya Pemerataan Akses Kesehatan Global

Kemunculan virus Corona mendorong penemuan vaksin dipercepat untuk segera mengakhiri Pandemi Covid-19. Langkah itu berhasil dengan munculnya berbagai merk dan jenis vaksin mulai dari Sinovac asal China, AstraZeneca buatan Oxford, hingga Pfizer dan Modena dari AS.

Namun sayangnya, penemuan vaksin Covid-19 belum dibarengi dengan distribusi yang adil, terutama di negara berkembang.

Menurut Our World in Data, 95% orang dewasa berpenghasilan menengah dan rendah tidak dilindungi oleh program vaksinasi global. Hanya 13,6% orang di negara berpenghasilan rendah yang telah menerima setidaknya satu dosis.

Peluncuran vaksinasi yang lebih lambat dan tertunda di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah telah membuat mereka rentan terhadap varian baru Covid-19, dan pemulihan yang lebih lambat dari krisis.

Negara-negara berpenghasilan tinggi memulai vaksinasi rata-rata dua bulan lebih awal dari negara-negara berpenghasilan rendah. Sementara, cakupan vaksinasi di negara-negara berpenghasilan rendah masih sangat rendah.

Saat ini, terdapat COVAX (Covid-19 Vaccines Global Access), sebuah inisiatif global untuk pemerataan akses vaksin yang dipimpin oleh Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI), WHO, Coalition for Epidemic Preparedness Innovations, hingga Indonesia.

Namun ketimpangan akses vaksinasi masih saja terjadi. Berdasarkan laporan Our World Data (OWD), negara berpenghasilan tinggi telah memvaksin 3 dari 4 orang, atau sekitar 72,57% dari populasinya dengan setidaknya satu dosis per 12 Oktober 2022.

Sedangkan negara berpenghasilan rendah masih memvaksin 1 dari 4 orang, atau hanya 24,62% dari total populasi setidaknya satu dosis vaksin per tanggal yang sama.

Kondisi ini merupakan ironi yang harus diselesaikan oleh negara-negara G20 bersama-sama dengan WHO dan lembaga berkepentingan lainnya. (Lihat grafik di bawah ini).

Ketimpangan Dosis Vaksin Covid-19


Sumber: Our World Data

Hal ini disebabkan karena harga vaksin masih terbilang cukup mahal apalagi bagi negara-negara miskin. Data dari Covid-19 Vaccine Purchase Dataset menunjukkan biaya rata-rata per dosis vaksin berkisar antara USD2 hingga USD40. Estimasi biaya pengiriman vaksin mencapai USD 3,70 per orang per dua dosis.

Kondisi ini menjadi beban keuangan yang signifikan bagi negara-negara berpenghasilan rendah dengan rata-rata pengeluaran kesehatan per kapita tahunan mencapai USD41 menurut Global Health Expenditure Database.

Di satu sisi, program vaksinasi akan meningkatkan biaya perawatan kesehatan di negara-negara berpenghasilan rendah dengan peningkatan anggaran negara sebesar 30% hingga 60% untuk memenuhi target 70% vaksinasi dari total populasi.

Di sisi lain, negara-negara berpenghasilan tinggi hanya membutuhkan kenaikan anggaran untuk vaksinasi sebesar 0,8% untuk mencapai target 70% vaksinasi dari total populasi.

Pentingnya Dana Kesehatan Abadi

Wacana tentang urgensi dana kesehatan global telah bergulir sejak pandemi menghantam dunia.

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan di Roma, Italia pada akhir 2021 lalu, menghasilkan pakta deklarasi dari para pemimpin negara anggota G20.

Sejumlah isu yang masuk di dalam deklarasi tersebut antara lain kesehatan, energi dan perubahan iklim, perjalanan internasional, hingga ekonomi digital.

Mengutip pernyataan dari Kementerian Luar Negeri RI, dalam bidang kesehatan, Indonesia termasuk salah satu negara yang mengusulkan pembentukan joint health and finance task force untuk membantu pendanaan penanganan kesehatan di masa pandemi.

“Disepakati pembentukan joint health and finance task force untuk menyusun road map pendanaan bantuan penanganan kesehatan, khususnya untuk negara-negara miskin dan berkembang,” ujar Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi di Glasgow, Skotlandia pada akhir November 2021 lalu.

Jika ditarik ketika pandemi sedang berada pada titik kritisnya, pendanaan menjadi hal yang cukup penting, terutama bagi negara-negara berkembang.

Anggaran kesehatan yang meningkat untuk mengatasi wabah Covid-19 adalah salah satu masalah yang pelik.

Banyak negara harus meningkatkan anggaran kesehatan mereka untuk penanganan Covid-19 di tengah kelesuan ekonomi.

Berdasarkan laporan IMF, terjadi peningkatan utang global sekitar USD19,5 triliun pada 2020. Tentu berhutan menjadi jalan pintas bagi banyak negara untuk menangani pandemi, terutama bagi mereka yang tidak punya cukup anggaran belanja.

Lembaga kesehatan dunia, world health organization (WHO) juga banyak menuai kritik akibat ketidakmampuannya melakukan intervensi secara mendalam untuk menangani pandemi di negara-negara berkembang.

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement