Hal ini disinyalir karena WHO tidak memiliki anggaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan global dalam memerangi Covid-19.
Mengutip The Conversation, total anggaran program yang diusulkan untuk WHO untuk 2020-2021 adalah USD4,84 miliar atau sekitar USD2,4 miliar per tahun, meningkat 9% dari tahun anggaran dua tahun sebelumnya. Selain itu, sebesar USD1 miliar dialokasikan untuk operasi darurat. Namun, jumlah ini terlalu kecil untuk badan sebesar WHO.
Sementara, Amerika Serikat (AS) merupakan negara pemberi donor utama bagi WHO. AS menyumbang hampir USD90 juta atau sekitar 16% dari total anggaran organisasi tersebut pada 2018-2019.
Keputusan Presiden AS Donald Trump yang sempat menghentikan pendanaan AS ke WHO di tengah pandemi virus corona terang saja memicu kontroversi besar. (Lihat grafik di bawah ini).
Untuk mengakali kekurangan dana penanganan pandemi, sebagai strategi jangka pendek, WHO mendorong pendanaan kolektivis sebesar USD23 miliar untuk mengakhiri pandemi sebagai dana darurat global pada 2022.
WHO telah mengembangkan Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT-A), sebuah program untuk mendukung semua kegiatan penelitian dan pengembangan. dalam kemungkinan wabah di masa depan, manufaktur, regulasi, pembelian dan pengadaan alat yang diperlukan untuk mengakhiri pandemi Covid-19.
Namun, diperlukan strategi yang kuat yang melibatkan institusi dan kerjasama internasional yang kuat untuk mencapai kerja sama pendanaan kesehatan global.
Indonesia sendiri juga dibuat kalang kabut akibat Covid-19. Anggaran kesehatan RI terpantau juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, terlebih setelah adanya Pandemi Covid-19. (Lihat grafik di bawah ini).
Terpantau anggaran kesehatan RI meningkat Rp291,5 triliun pada 2020, dan terus meningkat di tahun berikutnya. Pada 2021, anggaran naik Rp154,5 triliun mencapai Rp2.750 triliun. Kemudian di tahun 2022 anggaran diturunkan Rp35,84 triliun menjadi Rp2.714,16 triliun.