Sementara itu, pengamat otomotif LPEM Universitas Indonesia (UI) Riyanto menambahkan, industri roda empat membutuhkan intervensi cepat karena kondisinya makin berat. Dalam jangka pendek, industri otomotif membutuhkan insentif pajak meski dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi dan daya beli menjadi kuncinya.
Berdasarkan hitungan LPEM UI dengan asumsi opsen pajak diberlakukan di semua wilayah, tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) maksimum 1,2 persen, dan BBNKB 12 persen, total pajak mobil naik menjadi 48,9 persen dari harga dibandingkan sebelumnya sebesar 40,25 persen. Akibatnya, harga mobil baru naik 6,2 persen di tengah belum pulihnya daya beli masyarakat.
"Dengan elastisitas -1,5, penjualan mobil tahun ini diprediksi turun 9,3 persen menjadi sekitar 780 ribu unit tahun 2025," kata Riyanto.
Salah satu opsi insentif yang bisa dipertimbangkan pemerintah adalah diskon PPnBM untuk mobil berpenggerak 4x2 dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di atas 80 persen, seperti yang dilakukan pada 2021.
"Dengan diskon PPnBM 5 persen alias tarif PPnBM 10 persen, harga mobil bisa diturunkan 3,6 persen, yang bisa memicu tambahan permintaan 53.476 unit," ujarnya.
(Rahmat Fiansyah)