Seperti diketahui, Amerika Serikat membuat aturan untuk membantu industri semikonduktor domestik. Pemerintah memberikan bantuan dana hibah dan insentif sebesar USD 2 miliar atau setara Rp29,9 triliun.
Namun, Yohannes Nangoi mengungkapkan bahwa Indonesia tak bisa begitu saja membangun pabrik chip semikonduktor. Pasalnya, produsen yang ada saat ini memiliki klasifikasi tinggi terhadap perangkat tersebut.
“Ini bukan proyek yang bisa dibangun dalam semalam. Teknologi semikonduktor sangat tinggi, jadi hanya beberapa negara saja yang bisa memproduksi. Semoga suplainya bisa terus membaik,” ucapnya.
Untuk alternatif, Nangoi juga menjelaskan bahwa setiap pabrikan memiliki referensinya sendiri. Meski sudah memiliki pabrik dan membangun mobil di Indonesia, penggunaan chip semikonduktor tetap diatur oleh prinsipal dari pabrikan tersebut.
“Untuk dunia itu diatur oleh pusat. Jadi misalnya Mitsubishi dari pak Rizwan, itu bukan diatur dari Indonesia, semuanya mainan Jepang. Kalau pak Rizwan dapat semikonduktor di sini, belum tentu disetujui oleh prinsipal karena harus dilihat dulu dari kualitasnya dan segala macam,” ungkapnya.