"Tapi tidak semua bisa karena speknya berbeda. Terutama spek NACL, kemudian MG-nya, CA-nya dan lain sebagainya itu agak berbeda untuk kebutuhan-kebutuhan khusus tersebut. Kira-kira kita butuh sekitar 400-500 ribu ton. yang harus diimpor ya," terangnya.
Adhi pun menyampaikan, untuk mengatasi hal ini, pihaknya juga ada upaya untuk mengolah air laut di beberapa daerah agar bisa menjadi garam yang bisa digunakan industri makanan dan minuman.
"Dengan proses yang sudah di ini, dan mudah-mudahan ini bisa menambah pasokan kebutuhan garam yang harus diimpor dari dalam negeri. Tapi kita harus akui masih sangat kurang," imbuhnya.
Selain garam, Adhi menuturkan, Indonesia juga harus mengimpor beras pecah kulit untuk memenuhi bahan baku industri bihun dalam negeri. Selain itu, beras pecah kulit juga digunakan untuk industri bahan snack-snack yang terbuat dari beras. Katanya, di dalam negeri saat ini ketersediannya sudah tidak ada.
Bahkan menurut Adhi, dirinya sudah menghubungi Bulog. Namun Bulog dan industri-industri dalam negeri juga mengaku tidak memiliki pasokan beras pecah kulit tersebut.
"Dua komoditi ini masih terkendala. Kami sudah koordinasi dengan Kementerian Perdagangan. Mudah-mudahan Kementerian Perdagangan bisa segera mengeluarkan izin impornya.”
“Karena neraca komoditasnya sudah jelas, rekomendasinya sudah jelas, sehingga tinggal PI-nya, persetujuan impornya segera dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan agar tidak mengganggu. Karena ini sangat rawan sekali," sambungnya.
(FRI)