PPIU yang ditunjuk oleh Garuda terdiri dari PT Kanomas Arci Wisata (Smart Umrah), PT Makassar Toraja Tour (Maktour), PT Nur Rima Al-Waali Tour (NRA), PT Wahana Mitra Usaha (Wahana), PT Aero Globe Indonesia, dan PT Pesona Mozaik.
Pada proses persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa tindakan GIAA yang menunjuk keenam PPIU sebagai wholesaler tanpa melalui proses penunjukan yang dilakukan secara terbuka dan transparan.
Bahkan, tidak didasarkan pada persyaratan dan pertimbangan yang jelas dan terukur, serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler, membuktikan adanya praktik diskriminasi GIAA terhadap setidaknya 301 PPIU potensial dalam mendapatkan akses yang sama dalam hal pembukuan dan atau pembelian tiket rute Middle East Area (MEA) milik emiten untuk tujuan umrah.
Garuda sendiri sempat mengajukan perubahan perilaku pada September 2020 pada Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Tetapi karena manajemen tidak sepenuhnya melaksanakan pakta integritas perubahan perilaku yang diberikan, proses persidangan kembali dilanjutkan.
Pada pembacaan putusan hari ini, Majelis Komisi turut mempertimbangkan kemampuan GIAA untuk membayar berdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2018, Tahun 2019, dan Tahun 2020. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Komisi menilai bahwa jika dikenakan tingkat denda tertentu, maka Garuda berpotensi tidak dapat beroperasi pada kondisi keuangan tersebut.