sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Gencarnya Dedolarisasi, Indonesia-Korsel Sepakati Penggunaan Mata Uang Lokal

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
02/05/2023 10:40 WIB
Bank sentral Korea Selatan dan Indonesia menandatangani nota kesepahaman dalam penggunaan mata uang lokal untuk transaksi bilateral, pada Selasa (2/5/2023).
Gencarnya Dedolarisasi, Indonesia-Korsel Sepakati Penggunaan Mata Uang Lokal. (Foto: MNC Media)
Gencarnya Dedolarisasi, Indonesia-Korsel Sepakati Penggunaan Mata Uang Lokal. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Bank sentral Korea Selatan dan Indonesia menandatangani nota kesepahaman dalam penggunaan mata uang lokal untuk transaksi bilateral, pada Selasa (2/5/2023).

Upaya ini dilakukan untuk mendukung kerja sama dalam mempromosikan aktivitas keuangan seperti transaksi giro dan investasi langsung.

Kerja sama tersebut akan membantu bisnis kedua negara dengan mengurangi biaya transaksi.

Selain itu, kerja sama ini akan meminimalisir paparan risiko nilai tukar dengan memungkinkan kuotasi nilai tukar langsung antara won Korea dan rupiah Indonesia dalam perdagangan antar bank.

Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh para gubernur kedua bank sentral di sela-sela Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 di Incheon, Korea Selatan.

Gencarnya Dedolarisasi

Dalam beberapa waktu terakhir, beberapa negara telah bersepakat untuk menggunakan mata uang non dolar AS dalam kegiatan perdagangan mereka.

Beberapa di antaranya adalah China, Brazil, Rusia, India, hingga Indonesia dan beberapa negara-negara ASEAN.

Indonesia, melalui Bank Indonesia bahkan sudah ancang-ancang untuk menerapkan penggunaan mata uang lokal atau local currency transaction (LCT) dengan beberapa negara, termasuk Korea Selatan sejak akhir April lalu.

Dengan langkah bank sentral ini, Rupiah diharapkan tak akan lagi terlalu bergantung dengan mata uang utama seperti USD.

Kinerja rupiah juga diharapkan semakin kokoh, terutama di tengah tekanan global yang tak menentu. 

Bank Indonesia saat ini tengah menjajaki LCT dengan empat negara, yaitu Thailand, Jepang, Malaysia, dan China. 

Berdasarkan pernyataan Bank Indonesia pada pertengahan April lalu, rata-rata jumlah transaksi LCT tercatat meningkat dari tahun ke tahun.

Dalam paparan media, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengungkapkan, dalam dua bulan pertama pada awal 2023, total nilai transaksi LCT bahkan menembus ekuivalen USD957 juta atau setara 14,06 triliun (kurs Rp 14.698 per USD).

Jika dibedah rata-rata penggunaan LCT per bulan dalam dua bulan pertama tahun ini adalah sekitar USD450 juta.

"Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan rata-rata penggunaan LCT di tahun 2022 yang sebesar USD350 juta per bulan," ujar Destry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (18/4).

Ambisi Indonesia dalam upaya dedolarisasi patut diapresiasi di tengah dominasi greenback yang masih sangat kuat sebagai cadangan mata uang dunia.

Tercatat, hingga kuartal terakhir 2022, dolar masih mendominasi cadangan devisa resmi dengan pangsa sebesar 58,36%.

Angka ini jauh mengalahkan dominasi RMB China yang hanya berada dikisaran 2,69%. Sementara Euro masih menempati urutan kedua dengan pangsa mencapai 20,47%.

Indonesia selama ini masih menggunakan dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang utama dalam perdagangan internasional.

Riset Carnegie Endowment for International Peace mengemukakan, melengserkan dolar sebagai mata uang global berarti harus mengubah pola perdagangan internasional.

Dalam risetnya, Carnegie Endowment menyebut dolar adalah mata uang yang paling banyak digunakan dalam perdagangan internasional bukan hanya karena efek jaringan, tetapi juga karena alasan lain yang sulit ditiru oleh negara lain, terutama negara seperti China.

Dunia menggunakan dolar karena AS disebut memiliki pasar keuangan yang paling fleksibel, tata kelola perusahaan yang paling jelas dan paling transparan, dan sedikitnya diskriminasi antara investor domestik dan asing.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement