Tingginya suku bunga acuan The Fed, ditambah situasi geopolitik yang belum stabil dan disrupsi rantai pasok, mengakibatkan nilai tukar mata uang negara-negara terhadap dolar AS cenderung melemah.
"Jadi situasi ini tidak hanya eksklusif di Indonesia, tetapi Indonesia juga dikombinasikan dengan fundamental ekonomi yang tidak terlalu kuat. Ditambah defisit APBN yang menyentuh hampir 3 persen. Ini membuat rupiah terus tertekan dan dolar AS semakin menguat," kata Didin.
Didin mengatakan dampak depresiasi rupiah akan berdampak langsung kepada industri lokal dalam negeri di Indonesia di mana yang mengandalkan bahan baku impor akan mengalami dampak besar.
"Tentu saja, dampak depresiasi akan mengenai langsung industri yang eksposure konten impornya tinggi. Tetapi secara beruntun, efek ini juga berimbas kepada industri yang tidak menggantungkan pada impor," kata Didin.
(NIA)