"Kalau defisitnya masih sangat besar, sehingga di market kita terlihat masih harus melakukan financing, apalagi financing-nya sampai desperate, maka kita akan terkena hit dengan cost of fund yang sangat tinggi," tegas Sri.
Bukan hanya itu saja, performa Indonesia akan dilihat dari sisi rating di mana Indonesia akan tampak vulnerable (rentan) dari sisi financing. Hal itu tercermin dari kondisi di berbagai negara yang menghadapi revolving risk dari sisi manajemen utangnya.
Itu karena negara-negara tersebut mengangap fiskalnya tidak sustainable. Sehingga mereka harus membayar biaya yang luar biasa sangat tinggi.
"Dalam hal ini, sebenarnya sesuatu yang kita sedang mengelola sebuah risiko baru sesudah pandemi, yaitu dari risiko kesehatan sekarang menjadi risiko finansial dan geopolitik yang menimbulkan imbas sangat besar terhadap energi dan pangan, dan kemudian berujung pada inflasi," ujar Sri.
(FRI)