IDXChannel - Bangladesh ikut merasakan dampak dari tingginya harga komoditas energi. Harga bahan bakar minyak (BBM) di negara tersebut melonjak lebih dari 50% pada Sabtu (6/8/2022).
Kementerian Listrik, Energi, dan Sumber Daya Mineral Bangladesh dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Reuters, menyebut harga bensin telah meningkat 51,2% menjadi 130 taka (USD 1,38) atau Rp 20.424 per liter.
Sementara, bensin beroktan 95 naik sebesar 51,7% menjadi 135 taka atau setara Rp21.210 per liter. Harga tersebut lebih tinggi dari BBM dengan oktan 95 yang dijual di Indonesia.
RON 95 dijual oleh Shell dengan nama Shell V-Power yang dibanderol Rp 18.300 per liter di wilayah Jawa. Sementara di Sumatera Utara dipatok seharga Rp18.400 per liter.
Untuk harga solar dan minyak tanah juga naik sebesar 42,5%. Kenaikan harga bahan bakar tidak dapat dihindari mengingat kondisi pasar global.
Kementerian menambahkan, Bangladesh Petroleum Corporation yang dikelola negara telah mengalami kerugian lebih dari USD8 miliar taka atau setara USD85 juta pada penjualan minyak dalam enam bulan hingga Juli.
"Harga baru sepertinya tidak bisa ditoleransi semua orang. Tapi kami tidak punya pilihan lain. Masyarakat harus bersabar," kata Menteri Negara Tenaga, Energi dan Sumber Daya Mineral Nasrul Hamid kepada wartawan dikutip dari Reuters, Minggu (7/8/2022).
Dia mengatakan harga akan disesuaikan jika harga global turun."Itu perlu tapi saya tidak pernah membayangkan kenaikan drastis seperti itu. Saya tidak tahu apakah pemerintah memenuhi prasyarat untuk memiliki pinjaman IMF," kata seorang pejabat pemerintah.
Kenaikan harga BBM itu dianggap sebagai upaya pemerintah memangkas beban subsidi negara. Namun, kebijakan itu dapat mendongkrak inflasi yang sudah berjalan di atas 7%.
Ekonomi negara Asia Selatan senilai USD416 miliar telah menjadi salah satu yang tumbuh paling cepat di dunia selama bertahun-tahun. Namun, melonjaknya harga energi dan pangan akibat perang Rusia-Ukraina telah menggelembungkan neraca impor negara tersebut. Sehingga memaksa pemerintahnya untuk mencari pinjaman dari lembaga global, termasuk IMF.
Menganggap langkah pemerintah sebagai 'menggosok garam pada luka', oposisi utama Sekretaris Jenderal Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) Mirza Fakhrul Islam Alamgir mengatakan kenaikan itu akan berdampak buruk pada perekonomian.
Tingkat inflasi Bangladesh telah berada di atas 6% selama sembilan bulan berturut-turut, dan mencapai 7,48% pada bulan Juli, memberikan tekanan pada keluarga miskin untuk memenuhi pengeluaran sehari-hari mereka dan meningkatkan risiko kerusuhan sosial.
"Kami sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan. Sekarang pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar, bagaimana kami bisa bertahan?," kata Mizanur Rahman, seorang pegawai swasta.
Pemerintah terakhir menaikkan harga solar dan minyak tanah sebesar 23% pada bulan November yang pada gilirannya mendorong kenaikan tarif transportasi hampir 30%.
Di tengah cadangan devisa yang semakin menipis, pemerintah telah mengambil serangkaian langkah, termasuk membatasi impor barang mewah dan impor bahan bakar termasuk gas alam cair (LNG) dan menutup pembangkit listrik tenaga diesel karena pemadaman listrik berulang.
Cadangan devisa negara mencapai USD39,67 miliar per 3 Agustus, cukup untuk menutupi impor hanya sekitar lima bulan dan turun dari USD45,89 miliar setahun sebelumnya.
Di sisi lain, harga minyak global telah turun dari level tertinginya dalam beberapa pekan terakhir dan ditutup di level terendah sejak Februari pada Jumat (5/8/2022). Penurunan harga minyak diguncang oleh kekhawatiran resesi dapat memukul permintaan bahan bakar.
Minyak mentah berjangka Brent turun di bawah USD95 per barel pada hari Jumat, turun dari puncak USD133,18 pada bulan Maret.
(FRI)