Soegeng memberikan contoh kecil, ketika para peternak mengadukan masalahnya ke Kementan masalah harga, pihak Kementan merekomendasikan untuk diadukan ke Kemendag, sedang di Kemendag, para peternak bukan mendapat solusi, tapi diminta untuk menghubungi Bapanas (Badan Pangan Nasional).
"Ada ego sektoral, yang jadi korban ya kita, mestinya 3 instansi itu mencari solusi terkait keluhan petani," kata Soegeng.
Soegeng mengaku, harga jual ayam milik peternak tidak pernah menyentuh harga acuan yang di tetapkan oleh Kementerian Perdagangan. Setidaknya dalam kurun waktu 3 tahun terakhir sejak 2019.
Harga acuan itu ditetapkan melalui Pemendag No.7/2020, menyebutkan harga juga livebird Rp19.000 – Rp21.000 per kg di tingkat peternak. Sedangkan harga anak ayam sehari atau DOC Rp6.000 per ekor dan harga pakan Rp6.800 – Rp7.000 per kg.
"Misalnya 4 hari yang lalu, harga di kisaran Rp16.000, artinya harga itu harus berada di posisi Rp19.000 - Rp20.000/kg sesuai dengan aturan," kata Soegeng.
Padahal menurutnya, HPP (Harga Pokok Produksi) di tingkat peternak Mandiri sebesar Rp19.000 - Rp20.000, sedangkan harga jual yang disebutkan Soegeng saat ini berada di kisaran Rp16.000.
Untuk HPP perusahaan besar bisa lebih murah, yaitu diangka Rp17.000, artinya ketetapan harga batas bawah yang ditetapkan Kemendag baru menguntungkan perusahaan besar saja. Hal itu yang saat ini para Peternak meminta bantuan kepada pemerintah untuk mengurangi masalah tersebut.
"Pemerintah itu mem-backup peternak yang besar, harapan dia apa, supaya harga ayam di pasar terjangkau murah," ujarnya.
(FRI)