Wacana cukai ini menghidupkan kembali apa itu yang disebut sin tax atau pajak dosa. Selama ini, sin tax diberlakukan untuk rokok dan alkahol saja.
Penggunaan kata “sin” yang berarti “dosa atau kesalahan”, dikarenakan alkohol dan rokok memang merugikan kesehatan. Mengutip dari website Kementerian Kesehatan, dana yang didapat dari sin tax ini lalu secara spesifik digunakan untuk kesehatan.
Jika definisi sin tax merujuk pada pengenaan bagi makanan atau minuman yang merusak kesehatan, maka kriteria minuman berpemanis seharusnya masuk sebagai objek pajak sin tax.
Namun, pemberlakuan ini nampaknya akan menimbulkan tubulensi yang cukup pelik. Terutama bagi industri makanan dan minuman kemasan yang cukup besar di Indonesia.
Dibandingkan dengan industri alkohol, industri makanan dan minuman ini memiliki pemain yang lebih kuat.
Sebut saja Indofood milik Salim Group, Mayora hingga Garuda Food, kesemuanya merupakan penguasa pangsa pasar makanan dan minuman kemasan di Indonesia.
Pada akhirnya, keputusan menetapkan cukai ini akan menjadi pisau bermata dua.
Dari sisi industri, pengenaan pajak ini akan meningkatkan nilai jual produk yang akan berdampak bagi daya beli masyarakat. Kondisi ini juga berisiko mempengaruhi upaya pemulihan ekonomi yang saat ini tengah menjadi konsen pemerintah.
Sementara bagi para pengusaha minuman kekinian, cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan berpotensi mengganggu pertumbuhan bisnis skala usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). (ADF)