Tua mengatakan, evaluasi perlu dilakukan karena pihak NSHE selama ini dianggap tidak transparan atas apa yang terjadi di lokasi proyek pembangkit listrik berkapasitas 4×127,5 MW itu. Bahkan manajemen NSHE terkesan bungkam dan menutup-nutupi fakta kejadian yang sesungguhnya. Padahal desas-desus akan dampak negatif kehadiran pembangkit semakin liar di masyarakat.
"Kita mempertanyakan kenapa sampai hari ini belum ada pihak-pihak terkait yang memberikan penjelasan sejelas-jelasnya agar masyarakat Tabagsel mendapati informasi apa sesungguhnya yang terjadi di dalam sana," sebut Tua, Kamis (25/8/2022).
Tua menyatakan, proyek pembangunan PLTA Batangtoru sebenarnya memiliki nilai strategis dalam mendukung pasokan energi listrik di Sumatera Utara. Apalagi kapasitasnya produksi listriknya hingga 510 MW atau sekitar 15% pasokan listrik di Sumatera Utara.
"Kami berharap Pak Menteri dapat turun melihat ke dalam, mungkin level daerah tidak sanggup. Kita berharap banyak perhatian pusat untuk mengurusnya, sebab di Kabupaten Tapanuli Selatan tidak hanya Proyek Pemangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru, tapi ada juga Tambang Emas Martabe serta Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi di Mandailing Natal. Nilai investasinya triliunan rupiah, bisa sekalian semua di monitor lah sama Pak Menteri, agar lebih baik lagi kedepannya," harapnya.