IDXChannel - Beberapa perusahaan pelayaran dan kapal tanker gas alam cair telah memutuskan untuk menghindari Laut Merah, jalur perdagangan utama Timur-Barat di dunia, akibat serangan militan Houthi di kawasan tersebut.
Kelompok Houthi diduga menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel, tetapi serangan rudal, drone, atau bajak laut juga meningkat selama sebulan terakhir terhadap kapal-kapal komersial.
Oleh karena itu perusahaan pelayaran besar seperti MSC, Maersk, CMA CGM Group dan Hapag-Lloyd, serta raksasa minyak Inggris BP, mengatakan mereka akan menghentikan operasi mereka di Laut Merah.
Kondisi ini juga mendorong Amerika Serikat (AS) untuk mengumpulkan pasukan internasional untuk berpatroli di perairan dekat Yaman.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran dampaknya bagi rantai pasok perdagangan global ke depan. Mengingat, posisi Laut Merah merupakan jalur perdagangan utama bagi pengiriman barang di seluruh dunia, terutama minyak dan gas.
Posisi Strategis Laut Merah
Laut Merah sangat penting untuk pengiriman lebih dari 12 persen perdagangan maritim global. Namun serangan baru-baru ini terhadap kapal-kapal komersial di wilayah tersebut oleh pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran telah membuat takut beberapa perusahaan pelayaran dan raksasa minyak terkemuka dunia.
Pengiriman minyak, gas alam cair, dan pasokan energi lainnya, serta produk makanan seperti minyak sawit dan biji-bijian serta sebagian besar produk manufaktur dunia, semuanya terkena dampaknya.
"Ini adalah masalah bagi Eropa. Ini adalah masalah bagi Asia," kata John Stawpert, manajer senior bidang lingkungan dan perdagangan di Kamar Pengiriman Internasional, yang mewakili 80 persen armada komersial dunia.
Dia mencatat, 40 persen persen perdagangan Asia-Eropa lebih banyak melalui jalur air.
“Ini berpotensi memberikan dampak ekonomi yang besar,” imbuh John.
Sementara menurut Bloomberg yang mengutip para analis, Di antara negara-negara yang berpotensi paling terkena dampak gangguan perdagangan adalah Yunani, Yordania, Sri Lanka dan Bulgaria.
Kapal-kapal yang memilih untuk mengubah rute harus berlayar mengelilingi Afrika untuk mencapai Eropa, yang diperkirakan menyebabkan penundaan tujuh hingga 10 hari pengiriman barang.
“Dampaknya adalah waktu transit yang lebih lama, lebih banyak bahan bakar yang dihabiskan, lebih banyak kapal yang dibutuhkan, potensi gangguan dan penundaan, setidaknya pada kedatangan pertama di Eropa,” kata Simon Heaney, manajer senior penelitian kontainer untuk Drewry, sebuah konsultan penelitian maritim.
Hal ini bisa meningkatkan biaya pengiriman, namun menurut Simon biayanya tidak akan sebesar yang dicapai selama pandemi.
Sebagai informasi, industri perkapalan global sempat turun menjelang hingga awal tahun 2023. Berdasarkan data Freightos Baltic Index (FBX), indeks patokan yang umum untuk tarif angkutan laut global, mencatatkan harga pengiriman telah turun 80 persen sejak puncaknya pada akhir 2021 pada Januari 2023.
Sementara data terbaru, FBX mengalami penurunan 23% secara bulanan pada September menjadi USD1,177/FEU karena penurunan suku bunga sepanjang bulan, termasuk jatuhnya suku bunga di Asia – Eropa Utara.
Penurunan ini terjadi meskipun ada penurunan kapasitas yang signifikan di sebagian besar jalur, yang mencerminkan kondisi kelebihan kapasitas yang ada di pasar secara umum. Kondisi ini juga menandai penurunan sebesar 8 persen dari tingkat yang terlihat pada tahun 2019.
Tarif spot transpasifik ke Pantai Barat ditutup pada bulan ini sekitar USD1.700/FEU dengan penurunan bulanan sebesar 16 persen dan tarif angkitan di Pantai Timur turun 21 persen menjadi USD2.713/FEU.