IDXChannel - International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 untuk negara-negara berkembang, termasuk Meksiko dan China.
Dalam World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025, IMF memperingatkan kondisi pendanaan yang lebih ketat dan kelangkaan dana pembangunan dapat menyulitkan negara-negara berkembang.
Melansir Business Live, Selasa (22/4/2025), gelombang tarif yang diumumkan pemerintahan Trump, serta ketidakpastian kebijakan, diperkirakan memengaruhi pertumbuhan global, tepat ketika ekonomi dunia baru mulai pulih dari guncangan besar pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina.
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO), IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk negara berkembang sebesar 3,7 persen untuk 2025 dan 3,9 persen untuk 2026.
Angka ini turun setengah poin persentase dibandingkan proyeksi Januari lalu. Proyeksi terbaru ini menandai perlambatan tajam dari estimasi pertumbuhan 4,3 persen pada 2024.
"Pada tahap ini, meskipun situasi tetap dinamis, risikonya tetap condong ke sisi negatif," kata IMF.
Proyeksi pertumbuhan Meksiko dipangkas sebesar 1,7 poin persentase. Kini, ekonomi negara yang sangat bergantung pada AS itu diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 0,3 persen tahun ini.
Proyeksi pertumbuhan China dipangkas 0,6 poin persentase untuk tahun ini, dan hampir sama besar untuk tahun berikutnya. Ekonomi terbesar kedua di dunia itu terus menjadi sasaran tarif perdagangan dari Gedung Putih.
Sebaliknya, Rusia menjadi outlier dengan proyeksi pertumbuhan 2025 yang justru naik 0,1 poin menjadi 1,5 persen, meskipun masuk pada perlambatan tajam dibandingkan estimasi pertumbuhan 4,1 persen pada 2024.
Kawasan Eropa Timur diperkirakan hanya tumbuh 2,1 persen pada 2025 dan 2026.
Ruang fiskal bagi banyak negara berkembang jauh lebih sempit dibandingkan satu dekade lalu, sementara porsi pendapatan fiskal yang digunakan untuk membayar utang terus meningkat.
"Ketahanan yang selama ini ditunjukkan oleh banyak negara pasar berkembang besar bisa teruji, seiring meningkatnya tantangan dalam melayani utang dalam kondisi keuangan global yang tidak menguntungkan," ujar laporan IMF.
Meskipun biaya layanan utang masih berada di bawah level saat pandemi, kebutuhan untuk melakukan rollover (penerbitan kembali) utang dalam kondisi biaya pinjaman yang lebih tinggi akan membuat suku bunga efektif melampaui tingkat pandemi, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah.
Banyak dari negara-negara ini juga sudah menghadapi tekanan akibat berkurangnya pembiayaan konsesional dan dana pembangunan.