Namun, semuanya harus dikonsolidasikan melalui PLN, melalui transmisi, dan distribusi RUPTL. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan, agar tidak terjadi kelebihan produksi.
"Power wheeling ini juga tidak bisa kita anggap sebagai kunci keberhasilan peningkatan investasi yang energi terbarukan. Karena saya melihat dari benchmark berbagai negara yang sudah pernah menerapkan skema power wheeling di negara ini, itu terjadi ke kegagalan," kata Abra.
Abra menilai, salah satu negara yang gagal menerapkan power wheeling yaitu Vietnam yang akhirnya terpaksa melakukan moratorium untuk menyerap energi terbarukan dari publik dan produksi.
"Karena tadi itu jadi oversupply yang meningkat. Dan semakin sulit negara nanti melakukan konsolidasi kesimbangan energi di level nasional," ujarnya.
Terakhir, Abra menilai kunci keberhasilan energi terbarukan adalah mengandalkan modalitas sumber daya di dalam negeri. "Jangan sampai kita terlalu euforia untuk mengandalkan energi terbarukan. Tetapi sesungguhnya, kita nanti akan kebanjiran produk-produk teknologi dari produk energi terbarukan," tutur Abra.
Contoh lainnya yaitu fenomena yang saat ini terjadi di China, di mana tengah terjadi overproduksi untuk panel surya. Hal inilah yang kemudian membuat pemerintah China bersama industrinya berupaya keras untuk membagi produksi panel surya ke negara-negara lain seperti Amerika, Eropa maupun Indonesia.
"Maka kita harus begitu hati-hati. Jangan sampai pasar kita hanya dijadikan sebagai transit atau destinasi untuk menghabiskan stock-stock energi terbarukan mereka, khususnya panel surya," kata dia.
(Febrina Ratna)