"Kita membayangkan yang terjadi dengan Indonesia kalau 50 tahun lalu semua PLTU di Indonesia tidak ada emisinya, semua yang keluar dari PLTU, karbon ditangkap sulfur NOX maka batu bara mungkin tidak ada masalah," kata Rachmat.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengatakan, kekayaan mineral dan batu bara nasional mencapai USD4 triliun yang duapertiganya berasal dari batu bara.
“Jadi peranan batu bara itu sebenarnya besar kepada penghasilan yang kita dapat,” kata dia.
Menurut Irwandy, industri batu bara memang dibayangi transisi energi, sehingga banyak yang berpikiran peran batu bara akan mengalami penurunan. Padahal, hampir seluruh pembangkit listrik di Jawa berasal dari energi batu bara.
Seiring kehadiran EBT, kata Irwandy, maka tidak heran jika keberlangsungan batu bara dipertanyakan. Dengan skenario biasa, sampai tahun 2060 produksi batu bara masih mencapai 720 juta ton, namun tergantung pada perkembangan dari EBT.
Irwandy mengatakan saat ini pemerintah melalui DEN sudah menurunkan target EBT pada 2025 yang tadinya 23% menjadi 17% karena realisasinya sampai tahun 2023 baru sekitar 13%.
“Jadi ini adalah business as usual. Kemudian ada skenario berikutnya NZE, ternyata produksi batu bara 2060 masih 327 juta ton. Jadi seberapa lama batu bara ini dalam buku saya mengatakan kurang lebih 40 tahun masih hidup,” katanya.
Irwandy mengatakan, tantangan batu bara adalah bagaimana mengurangi emisi CO2. Intinya menjaga lingkungan dengan strategi optimasi penggunaan batu bara dan mencegah emisi CO2 maka munculah konsep carbon pricing trading, reklamasi dan sebagainya.