“Batu bara harus menerapkan Clean Coal Tchology. Sudah ada 13 PLTU menerapkan teknologi USC dan IGCC. Ini hal positif karena teknologinya mahal sekali,” kata Irwandy.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, ada peran penting batu bara sejarah peradaban dunia revolusi Inggris dan Amerika Serikat.
Ada temuan menarik Eropa dan AS kalah dagang dengan Cina dan India dalam 15 tahun terakhir. Kalau dilihat lebih dalam lagi bauran energi kedua negara ini batu bara india 70% dan China 60-65%.
“Artinya, jangan-jangan transisi energi ini tidak pure soal lingkungan, tapi ada geopolitik. Eropa tidak memiliki cadangan batu bara,” kata Komaidi.
Menurut Komaidi, batu bara memiliki keterkaitan dengan 76 sektor pendukung dari sekitar 186 sektor pendukung di Indonesia. Hal ini ada keterkaitan kebelakang dan ke depan dalam konteks industri batu bara.
“Kalau ada investasi 1 akan menghasilkan 5,45 satuan. Artinya, kalau ada Rp1 triliun, maka nilai tambah ekonomi itu sebesar Rp5,35 triliun itu kisarannya di situ,” katanya.