sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Inflasi Lewati Puncaknya, Bank Sentral Dunia Diprediksi Tak Stop Kenaikan Suku Bunga 

Economics editor Tim IDXChannel
29/08/2022 12:45 WIB
Walaupun inflasi global mulai mereda, bank sentral di sejumlah negara diprediksi tetap akan menaikkan suku bunga.
Inflasi Lewati Puncaknya, Bank Sentral Dunia Diprediksi Tak Stop Kenaikan Suku Bunga  (Dok.MNC)
Inflasi Lewati Puncaknya, Bank Sentral Dunia Diprediksi Tak Stop Kenaikan Suku Bunga  (Dok.MNC)

IDXChannel - Meski inflasi global mulai mereda, bank sentral di sejumlah negara diprediksi tetap akan menaikkan suku bunga. Sejumlah negera tersebut tidak ingin membuat kesalahan dengan menurunkan suku bunga dan melihat fluktuasi inflasi.

Diketahui pertumbuhan ekonomi di beberapa negara melambat, menyebabkan harga bahan baku seperti minyak, tembaga, gandum menurun dalam beberapa pekan terakhir. Dampak lain beralih pada penekanan biaya barang-barang manufaktur dan makanan karena pasokan yang perlahan membaik dari pandemi. 

“Demam inflasi tengah mereda,” ucap Kepala Ekonom Bank, Bruce Kasman, seperti yang dilansir pada Bloomberg, Senin (29/8/2022). 

Akan tetapi, tidak berarti membaiknya inflasi lebih awal bisa dinikmati sebagian besar dunia mengingat sebelumnya ada imbas Covid-19, juga terdampak perang di Rusia-Ukraina

Sejumlah bank sentral global juga akan terus maju dengan menaikkan suku bunga bahkan ketika inflasi sudah melewati puncaknya. Beberapa bank sentral yang diperkirakan akan menaikkan suku bunganya lagi pada bulan September adalah Federal Reserve, Bank Sentral Eropa, dan Bank of England. 

Ketua Fed Jerome Powell membiarkan untuk kenaikan jumbo 75 basis poin lainnya bulan depan, mengatakan kepada sesama bankir sentral di Jackson Hole bahwa surutnya inflasi AS baru-baru ini “jauh di bawah” dari apa yang ingin dilihat oleh pembuat kebijakan.

Melonjaknya biaya hidup telah membuat politisi serta gubernur bank sentral merasa gerah terutama di Eropa, di mana harga gas alam lebih dari tujuh kali lebih tinggi dari tahun lalu dan memicu darurat energi.

Inflasi di kawasan euro diperkirakan akan meningkat melampaui rekor bulan Juli 8,9% dan Citigroup Inc. memperkirakan inflasi dapat melebihi 18% di Inggris.

“Sebaliknya, AS akan mengalami penurunan inflasi tercepat di antara negara-negara maju, sebagian berkat kekuatan dolar,” kata para ekonom JPMorgan.

Perputaran harga komoditas juga menggambarkan fakta bahwa anggaran rumah tangga semakin membengkak dan ekonomi melambat di seluruh dunia. Sebagian besar negara Eropa juga diperkirakan akan jatuh ke dalam resesi dalam beberapa bulan mendatang karena krisis energi yang memakan korban selama musim dingin.

Di Amerika Serikat (AS), kenaikan suku bunga Fed telah melemahkan sektor pasar perumahan yang dulu bergairah dan membuat perusahaan teknologi juga lebih berhati-hati.

Para investor bahkan berani bertaruh bahwa pada bulan Maret mendatang The Fed akan menaikkan suku bunga menjadi sekitar 3,75%, sementara patokan ECB akan naik menjadi 1,75% dan Inggris menjadi 4%.

"Inflasi benar-benar menjadi masalah dan tetap jauh di atas target bank sentral. Mereka tidak ingin membuat kesalahan dengan menurunkan suku bunga dan melihat inflasi naik kembali,” ucap Kepala Investasi Pendapatan Tetap, BNY Mellon Wealth Management, John Flahive.

Melambatnya permintaan menurut Ekonom Morgan Stanley, yaitu pertumbuhan impor di negara-negara ekonomi yang utama setelah penyesuaian inflasi menjadi melemah, sementara ekspor dari Asia dan pabrik utama dunia juga ikut mulai melemah. 

Terdapat argumen bahwa inflasi tidak akan kembali ke tingkat sebelum Covid karena dunia sudah siap untuk berubah. Akan tetapi, globalisasi juga sedang kacau oleh proses perang di Ukraina dan langkah-langkah untuk mengatasi perubahan iklim juga dapat menambah biaya dalam jangka pendek. 

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement