sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Inggris-AS Inflasi Tinggi Akibat Harga Energi Mahal, Bagaimana Nasib RI?

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
03/10/2022 14:32 WIB
Tren tingginya harga energi menjadi faktor utama inflasi di beberapa negara, termasuk Indonesia.
Inggris-AS Inflasi Tinggi Akibat Harga Energi Mahal, Bagaimana Nasib RI? (Foto: MNC Media)
Inggris-AS Inflasi Tinggi Akibat Harga Energi Mahal, Bagaimana Nasib RI? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi September 2022. Berdasarkan pantauan di 90 kota, pada bulan lalu, terjadi inflasi sebesar 1,17% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) menjadi 112,87, naik dari Agustus sebesar 111,57.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan penyumbang inflasi dari bulan September ini adalah kenaikan harga BBM hingga tarif kendaraan online.

"Jika dilihat yang menyumbang inflasi pada bulan September ini di antaranya berasal dari kenaikan bensin, tarif angkutan dalam kota, beras, solar, tarif angkutan antar kota, tarif kendaraan online dan juga bahan bakar rumah tangga," ujar Margo dalam Press Conference Rilis BPS, Senin (3/10/2022).

Inflasi September 2022 sebesar 1,17% ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2014.

Menurut Margo, pada saat itu terjadi inflasi sebesar 2,46% sebagai akibat kenaikan harga BBM pada bulan November 2014.

Dengan demikian tingkat inflasi tahun kalender 2022 (September 2022 terhadap Desember 2021) menjadi 4,84% dan inflasi tahun ke tahun (September 2022 terhadap September 2021) menjadi 5,95%. (Lihat grafik di bawah ini).

Apa Kabar BBM Indonesia?

Kenaikan harga BBM yang berdampak pada kenaikan tarif ojek online disinyalir menjadi penyebab peningkatan inflasi yang signifikan ini.

Kepala BPS, Margo Yuwono menegaskan, komponen energi untuk bulan September 2022 mencapai 16,48%, di mana bulan Agustus itu hanya 5,84%.

"Jadi tertingginya, lompatannya karena pada komponen energi yang di bulan September ini, inflasinya mencapai 16,48%," kata Margo dalam Press Conference Rilis BPS, Senin (3/10/2022).

Beberapa ekonom telah memperingatkan bahwa kenaikan BBM akan memberikan kontribusi signifikan bagi inflasi di Indonesia.

Sebelumnya, kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan inflasi pada September akan sebesar 1,12% secara bulanan atau month to month (mtm) dan sebesar 5,9% secara tahunan atau year on year (yoy), alias naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 4,69% yoy.

"Peningkatan inflasi tersebut dipengaruhi oleh kenaikan inflasi harga diatur pemerintah dan inflasi inti. Inflasi harga diatur pemerintah diperkirakan meningkat signifikan didorong oleh kenaikan harga BBM pada awal bulan September yang merupakan efek putaran pertama dari kenaikan harga BBM," kata Josua dalam risetnya dikutip Senin (3/10).

Dalam sejarahnya, tingginya harga energi memang berkorelasi langsung dengan peningkatan inflasi dalam suatu perekonomian. Hal serupa juga terjadi di Inggris dan beberapa negara Eropa lain baru-baru ini.

Inflasi Inggris diproyeksi terus melonjak di atas 22% hingga tahun depan jika harga energi terus naik, menurut analisis Goldman Sachs, mengutip CNBC.

Dalam analisisnya, Goldman Sachs mengatakan inflasi negeri monarki tersebut bisa mencapai 22,4% dan produk domestik bruto (PDB) bisa turun 3,4% jika biaya energi terus meningkat.

Terjadi kenaikan harga energi sebesar 80% membuat tagihan rumah tangga tahunan rata-rata menjadi £3,549 atau setara USD4,197 dari yang semula £1,971. Kondisi ini memperburuk krisis biaya hidup yang ada di negara itu.

Regulator energi Inggris sebelumnya mengumumkan menaikkan tagihan energi konsumen mulai 1 Oktober untuk mengimbangi kenaikan harga gas yang telah melonjak 145% di Inggris sejak awal Juli.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement