Sebagai informasi, Sri Lanka telah dilanda krisis ekonomi terburuk dalam tujuh dekade terakhir. Situasi ini telah mengakibatkan negara Asia Selatan mengalami kekurangan devisa yang ikut menghentikan impor barang-barang penting seperti bahan bakar, obat-obatan dan pupuk.
Serta beragam masalah ekonomi dan komoditas yang mendorong terjadinya devaluasi, protes jalanan hingga pergantian pemerintahan.
Adapun, Negara dengan populasi 22 juta tersebut kini tengah merundingkan paket pinjaman senilai sekitar USD3 miliar dari Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai alternatif pendana tambahan.
Pemerintah juga masih meminta bantuan ke negara-negara seperti China, India dan Jepang. (TYO/TIRTA)