Adapun 60,5 persen bauran energi primer pembangkit listrik masih berasal dari batu bara, dan 80 persen lebih masih dari fosil. Atau secara garis besar, bauran energi primer dari EBT masih 12,3 persen.
“Tesla akan sulit mendapatkan pembiayaan untuk operational ketika supply chain masih bermasalah, terutama soal lingkungan. Itu membuat banyak perusahaan di ekosistem mobil listrik dan baterai ragu berinvestasi di Indonesia,” lanjut dia.
Bhima menuturkan, bauran energi yang bergantung dari batu bara menyebabkan keuangan PLN sempat mengalami masalah. Hal ini karena PLN harus menanggung oversupply dari pembangkit listrik yang dominasinya adalah batu bara.
Ketika harga batu bara mengalami kenaikan, menyebabkan risiko terjadinya black out listrik, karena eksportir batu bara lebih memilih menjual batu bara ke pasar ekspor dibandingkan mensupply kepada PLN.
“Jadi, itu faktanya kita nggak bisa move on dari batu bara. Tidak ada strategi untuk menurunkan over supply listrik. Disuruh beli mobil listrik, kompor listrik padahal di hulunya tidak ada perbaikan yang signifikan,” tutur dia.