IDXChannel - Sudah lama para petani mengeluhkan sulitnya mendapatkan pasokan pupuk NPK berbasis Nitrat. Pasalnya NPK jenis ini tidak diproduksi di dalam negeri sehingga kebutuhannya dipasok melalui impor.
Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), Rahmad Pribadi, mengatakan pasokan NPK Nitrat yang digunakan selama ini disuplai dari negara lain alias impor. Padahal, kebutuhan nasional hampir menyentuh 600.000 ton per tahun.
"NPK berbasis nitrat itu tidak ada pabriknya di Indonesia. Kebutuhannya cukup besar hampir 600.000 ton kebutuhan NPK nitrat dan semua impor," ungkap Rahmad saat konferensi pers, di Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Untuk melakukan substitusi impor, Pupuk Kaltim tengah mengembangkan NPK berbasis nitrat. Rahmad memastikan PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku induk perusahaan akan membangun pabrik NPK Nitrat yang ditargetkan rampung pada 2025 mendatang.
Pembangunan pabrik itu sekaligus memanfaatkan potensi Amonium sebagai bahan baku utama dari pupuk NPK Nitrat. Rahmad mengatakan sebelum pabrik NPK Nitrat dibangun, Pupuk Indonesia terlebih dahulu merampungkan pabrik Amonium tahun ini.
"Kita akan kembangkan pabrik NPK Nitrat ini karena mulai tahun ini ada pabrik amonium nitrat sebagai bahan pokok," katanya.
Untuk diketahui, Pupuk Indonesia berencana mengimpor 20.000 ton NPK pada tahun ini. Meski begitu belum diketahui 20.000 ton NPK yang didatangkan dari negara lain merupakan NPK jenis Nitrat.
Adapun impor tersebut untuk memenuhi pupuk non subsidi yang dijual melalui kios komersial. Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia, Gusrizal, mengatakan pihaknya merasa perlu menambah stok NPK untuk memenuhi pupuk non subsidi yang dijual di kios komersial milik perusahaan.
Sebagai tahap awal, pihaknya perlu mendatangkan 20.000 ton pupuk NPK.
Saat ini Pupuk Indonesia masih terus berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memperoleh izin impor.
Walaupun belum mengantongi izin, lanjut Gusrizal, pihaknya membidik sejumlah negara sebagai negara tujuan impor. Misalnya, Rusia, Timur Tengah, hingga China.
"Kita masih menjajaki karena ada banyak negara dari Rusia, Timur Tengah, ada juga dari China, ini masih kita proses izinnya, setelah itu baru kita cari sumbernya. Jadi kita bicarakan dengan Menteri Perdagangan soal izin impor," tutup Rahmad. (RRD)