Erick menilai, antisipasi menghadapi gelombang kedua disrupsi digital berbeda dengan gelombang pertama yang hanya terjadi pada sektor retail, makanan dan minuman, hingga transportasi. Pada gelombang kedua, disrupsi digital menyentuh hingga ke sektor keuangan, kesehatan, asuransi, pendidikan, hingga media.
Proses disrupsi itu, lanjut Erick, sudah terjadi. Bahkan, gelombang kedua disrupsi digital dalam tiga tahun memiliki potensi nilai hingga mencapai USD90 miliar. Bahkan, pada 2025 nanti, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai USD124 miliar dan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 10%.
"Pandemi mendorong perubahan perilaku konsumen dan masyarakat untuk melakukan digitalisasi," kata dia.
(SANDY)