Selain tiga isu diatas, lanjut Budhi, Indonesia juga dapat mendorong pentingnya pembenahan sektor kepelabuhanan dan di tahun 2019 Indonesia sangat diapresiasi sebagai negara kepulauan pertama yang memiliki bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi alur pelayaran Internasional.
Menurutnya, keanggotaan Indonesia dalam IMO harus dimanfaatkan oleh pemerintah untuk dapat mempromosikan kepentingan nasional sebagai negara kepulauan dengan perairannya yang luas agar dapat terciptanya keselamatan dan keamanan pelayaran internasional serta perlindungan lingkungan maritim.
Sebagai informasi, Organisasi IMO dengan nama sebelumnya IMCO berdiri sejak tahun 1959, merupakan organisasi dibawah Perserikatan Bangsa bangsa (PBB) yang bertanggung jawab dalam bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, Dewan IMO terdiri dari 40 negara (10 Negara Kategori A, 10 Negara Kategoi B, dan 20 Negara Kategori C) dari total 174 negara.
Lanjutnya, peran Indonesia sebagai Dewan IMO sangat penting dan memiliki posisi tawar yang tinggi serta strategis dalam menentukan arah kebijakan serta penyusunan aturan maritim internasional, khususnya dalam kapasitasnya sebagai anggota dewan IMO Kategori C yang merupakan perwakilan dari negara-negara yang mempunyai kepentingan khusus dalam transportasi laut dan maritim serta mewakili semua wilayah geographis utama dunia.
Oleh karenanya, pertemuan sidang majelis IMO ke-32 pada tanggal 06-15 Desember tahun ini harus dapat dimanfaatkan agar Indonesia dapat terpilih kembali sebagai anggota Dewan IMO Kategori C di tahun 2022.