Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa harga jual eceran jenis BBM umum di titik serah untuk setiap liter, dihitung dan ditetapkan oleh badan usaha berdasarkan formula harga tertinggi yang terdiri atas harga dasar ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) dengan margin paling tinggi 10 persen dari harga dasar.
Namun, regulasi tersebut juga mengatur dalam Pasal 9 yang menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Menteri ESDM dapat menetapkan harga dasar jenis BBM umum dan atau harga jual eceran jenis BBM umum dengan mempertimbangkan kesinambungan penyediaan dan pendistribusian jenis BBM umum, stabilitas harga jual eceran jenis BBM umum dan ekonomi riil dan sosial masyarakat.
"Jadi Pertamax itu memang bukan BBM yang disubsidi pemerintah. Untuk menutupi selisih harga jual dengan nilai keekonomiannya, yang mensubsidi pertamina," pungkas Agustiawan.
Perlu diketahui, harga minyak ICP per Juni menyentuh angka 117,62 USD/barel, lebih tinggi sekitar 37 persen dari harga ICP pada Januari 2022. Begitu pula dengan LPG, tren harga CPA masih tinggi pada Juli ini mencapai 725 USD/Metrik Ton (MT) atau lebih tinggi 13 persen dari rata-rata CPA sepanjang tahun 2021.
Langkah mensubsidi Pertamax ini agak bertolakbelakang dengan rencana pemerintah membatasi penyaluran BBM jenis Pertalite kepada masyarakat yang terdaftar sebagai penerima subsidi melalui MyPertamina.