sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Jelang Pidato RAPBN 2024: Tantangan Ekonomi di Akhir Era Pemerintahan Jokowi

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
16/08/2023 09:38 WIB
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan akan menyampaikan Pidato Rancangan Undang-undang (RUU) APBN 2024 dan Nota Keuangan pada Rabu (16/8/2023).
Jelang Pidato RAPBN 2024: Tantangan Ekonomi di Akhir Era Pemerintahan Jokowi. (Foto: MNC Media)
Jelang Pidato RAPBN 2024: Tantangan Ekonomi di Akhir Era Pemerintahan Jokowi. (Foto: MNC Media)
  1. Realisasi Hilirisasi Tambang

Baru-baru ini, media dihebokan kisruh terkait isu hilirisasi juga terjadi antara ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri dan presiden Jokowi.

Ini bermula dari pernyataan Faisal Basri yang mengatakan bahwa 90 persen hilirisasi di Indonesia hanya menguntungkan China.

Faisal mengatakan keuntungan program hilirisasi besi baja sebanyak 90 persen lari ke China, sedangkan Indonesia hanya mendapatkan 10 persen saja.

Menanggapi pernyataan Faisal, Presiden Jokowi merespons tudingan tersebut. Menurut Jokowi tuduhan itu tidak benar. Dia malah mempertanyakan balik metode yang digunakan Faisal Basri dalam menyatakan China dan negara lain diuntungkan dari kebijakan itu.

"Hitungan dia bagaimana. Kalau hitungan kita ya, contoh saya berikan nikel, saat diekspor mentahan setahun kira-kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk ke industrial downstreaming, ada hilirisasi, menjadi Rp510 triliun," katanya di Stasiun Dukuh Atas, Kamis (10/8).

Menanggapi Jokowi, Faisal Basri menjawab melalui laman resmi pribadi miliknya.

“Angka-angka yang disampaikan Presiden tidak jelas sumber dan hitung-hitungannya. Presiden hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China,” tulis Faisal diblognya dikutip Senin (14/8/2023).

Faisal menyebutkan, jika berdasarkan data 2014, nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai USD85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama yaitu Rp11,865 per USD.

Sementara, jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nikel Indonesia sepanjang Januari-Mei 2023 China menjadi negara dengan volume ekspor terbanyak pada periode tersebut.

Angkanya mencapai 394 juta kilogram (kg) nikel. Volume berat bersih itu naik signifikan dari periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) Mei 2022 yang sebanyak 152,96 juta kg. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

“Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah USD27,8 miliar. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per USD, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun,” lanjut Faisal.

Ia menambahkan, terlepas dari perbedaan data antara yang disampaikan presiden dan hitung-hitungan miliknya, terjadi lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi tambang yaitu 414 kali lipat.

  1. Perubahan Iklim dan Bencana Alam

RI tidak lepas dari adanya ancaman perubahan iklim. Jika tidak dimitigasi dengan baik, perubahan iklim dapat menekan perekonomian dan kehidupan masyarakat. Perubahan iklim juga dapat mendorong terjadinya bencana alam lebih massif. Termasuk di antaranya bencana El Nino yang mengancam ketahanan pangan.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 3.494 peristiwa bencana di Indonesia sejak awal tahun hingga 29 Desember 2022. Terjadinya bencana alam menelan banyak anggaran.

Berdasarkan laporan BNPB 2022, realisasi anggaran kebencanaan mencapai Rp565,17 miliar.

Selain itu, untuk menekan risiko perubahan iklim, termasuk menurunkan emisi karbon, RI membutuhkan anggaran yang besar.

Hal ini sempat disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Indonesia setidaknya membutuhkan dana hingga Rp 4000 triliun. Dana ini diperlukan untuk mengejar target menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai Nationally Determined Contribution (NDC) hingga 2030. Jumlah ini lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahunan.

  1. Pemindahan IKN

Upaya pemerintah dalam mendorong terwujudnya ibu kota negara baru tampaknya masih membutuhkan waktu yang panjang. Gagasan yang diumumkan pada 2019 ini dijadwalkan rampung pada 2024.

Pada awal diumumkan, pembangunan IKN ini diperkirakan menelan biaya lebih dari USD35 miliar atau setara Rp524,3 triliun (kurs Rp 14.980 per USD).

Namun, pembangunan IKN membutuhkan investasi besar untuk pengembangannya. Kebutuhan ini dapat menghadirkan banyak peluang bagi bisnis asing.

Dari USD35 miliar yang dibutuhkan untuk pembangunan, pemerintah akan mendanai di bawah 60 persen, dengan sisanya berasal dari sektor swasta. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement